CerpenSastra

Time to Change

Berterimakasihlah pada masa lalu. Karenanya kita bisa lebih memahami apa yang harus dihindari. Mengerti mana yang harus dikejar dan dipertahankan atau mana yang harus ditinggalkan.


Oleh Rosyidah Azka
(Pelajar SMP Mutiara Ummah Sidoarjo)

JURNALVIBES.COM –  Suara burung hantu dan jangkrik menghiasi keheningan malam. Suasana yang sunyi ditambah hawa dingin karena hujan membuat rasa kantuk cepat datang.

Related Articles

Suara burung hantu dan jangkrik menghiasi keheningan malam. Suasana yang sunyi ditambah hawa dingin karena hujan membuat rasa kantuk cepat datang.

Seorang gadis berkulit putih, berambut panjang berwarna coklat hasil semiran, dan berbulu mata lentik. Ia berpenampilan sangat cantik malam ini tetap asyik memandangi bayang-bayang pohon yang tertimpa di halaman. Hal itu membuat sang kakak bangun dan menghampiri adiknya.

“Nis, kamu mau kemana? Ini udah jam 10 malam.”tanya Zahra ketika melihat adiknya, Nisa duduk di ruang tamu.

“Main bentar.” jawab Nisa tanpa mengalihkan pandangannya dari handphonenya. Zahra menggelengkan kepala melihat kelakuan adiknya.

“Udah izin Bunda?” yang di tanya hanya menggeleng malas.

“Bagus! sudah keluar malam, nggak izin, nggak pakai kerudung lagi.” tiba-tiba muncul kak Rayya, kakak sulung Nisa.

Zahra bergegas sigap menuju kamarnya dan kembali membawa gamis dan kerudung.

“Kamu boleh keluar kalau pakai ini!” ucap Rayyan tegas. Nisa menggeleng mantap. Rayyan menghela napas panjang.

“Ya sudah kalau gitu nggak usah!” Zahra dan Rayyan mengambil kunci rumah. Mendengar itu, Nisa mengalah. Ia mengambil gamis dan kerudung dari tangan Zahra.

“Ngebet banget keluar, ada perlu apa sih? nggak bisa besok aja?” tanya Rayyan yang heran melihat adik bungsunya.

“Nggak bisa! bukan urusan kalian juga, ini hidup gue!” ucap Nisa sambil mengambil kunci rumah dari tangan Rayyan.

Ketika pintu dibuka, sudah terlihat lelaki duduk di atas motor ninja.

“Nis, kamu pergi sama cowok itu?” tahan Zahra. Nisa menghempaskan tangan Zahra dengan kasar.

“Bukan urusan lo!” ucap Nisa ketus.

Rayyan yang lebih kuat ganti menahan Nisa.

“Kakak antar.” ucapnya tegas. Nisa melakukan hal yang sama pada Rayyan.

Nisa langsung menghampiri temannya dan naik ke boncengan.

Rayyan menatap kepergian adiknya dengan penuh kecewa, Zahra pun merasakan hal yang sama.

Mereka memutuskan untuk masuk ke rumah.

Betapa terkejutnya mereka melihat sang bunda sudah berdiri di ruang tamu. Mereka langsung menghampiri bunda yang terdiam.

“Bund…dari tadi di situ?” tanya Zahra.

Bunda hanya mengangguk.

“Nisa…” Rayyan tak bisa menjelaskan apa yang baru saja terjadi.

“Iya… Bunda tahu kok, sudah, sekarang kalian tidur!”

Rayyan dan Zahra mengangguk. Mereka masuk ke kamar masing-masing.

Di kamar, Rayyan, Zahra maupun Bunda tidak bisa tidur. Mereka memikirkan Nisa yang pergi. Lelah berpikir, mereka semua pun terlelap.

Rayyan terbangun pukul 2.30 dini hari, ia langsung berwudhu dan melaksanakan salat Tahajud. Ketika sedang berdoa, terdengar bunyi ketukan dari pintu depan. Rayyan bingung siapa yang mengetuk pintu di pagi buta seperti ini. Ketika membuka pintu, ia terkejut melihat adiknya, Nisa yang berdiri sempoyongan di depan pintu.

“Astaghfirullah Nis!” Rayyan memapah Nisa ke kursi di ruang tamu. Bunda dan Zahra yang sedang membaca Al-Quran langsung menuju ruang tamu.

“Eh, Nisa kenapa Yan?” tanya Bunda
“Dia mabuk, Nisa bau alkohol, Kak” , ucap Zahra.

“Astaghfirullah…” bunda beristighfar sambil menangis.

Rayyan menenangkan bunda. Mereka tidak menyangka Nisa pulang tanpa jubah dan kerudung, namun justru menggunakan pakaian minim yang tampak kurang bahan.

Pagi hari tiba, matahari sudah bersinar sangat terang di atas langit. Nisa baru saja terbangun. Ia mengerjapkan mata bingung kenapa ia ada di kamarnya. Zahra masuk membawa air mineral.

“Kok aku di rumah ya Kak?” tanya Nisa. Zahra menyodorkan air mineral.

“Kamu pulang sendiri, nggak ingat?” kali ini Zahra berbicara tanpa nada lembut yang khas.

Kak Rayyan pun bersikap dingin dan aneh.

Nisa bingung, kenapa sikap orang rumah menjadi acuh padanya.

Sore hari, Bunda dan Zahra menyuruh Nisa untuk ikut kajian. Nisa pun ikut dengan penuh keterpaksaan. Zahra menyiapkan kerudung syar’i untuk adiknya.

Nisa berangkat bersama Zahra karena itu merupakan kajian untuk remaja. Datang ke sebuah kajian bukanlah hal yang baru bagi Nisa, karena Bunda dan Zahra memang sudah sering mengajaknya.

Tapi akhir-akhir ini Nisa menolak karena menurutnya semua kajian Islam itu membosankan. Ia lebih tertarik dengan tempat main barunya, tongkrongan. 

Sesampainya di Café tempat kajian, Zahra dan Nisa langsung mendaftar dan duduk menunggu acara dimulai. Tak lama kemudian, MC membuka acara.

Tenyata pematerinya juga masih remaja, tempa yang diangkat tentang kenakalan remaja z akibatnya serta solusinya dalam Islam.

“Kak kalau kita sudah terlanjur khilaf lalu berbuat maksiat itu bagaimana?” tanya salah satu peserta ketika sesi tanya jawab. Sang pemateri tersenyum.

“Bertaubatlah, ketika kita sadar dengan apa yang kita lakukan itu salah atau dilarang oleh Allah, maka kita harus segera bertaubat selagi Allah masih kasih kita kesempatan untuk hidup.” jawab pemateri tersebut.

Nisa tersenyum, ia tertarik untuk bertanya.

Zahra terkejut karena Nisa di sebelahnya tiba-tiba mengacungkan tangannya tinggi-tinggi.

“Kak, kalo kita udah taubat tapi masih tetap mengulangi kesalahan gimana?” tanya Nisa dengan lantang.

“Bertaubat lagi, minta ampun sama Allah. Jangan pernah lupa kalau Allah Maha Pemaaf. Tapi jangan habis taubat terus berpikir untuk melakukan maksiat lagi, karena Allah Maha Pemaaf. Aduh… nggak gitu konsepnya!”, sang pemateri pun tertawa.

Nisa berdecak kagum. Ia merasa sang pemateri sangat hebat. Kakaknya seumuran dengannya, namun bisa menyampaikan hal-hal keren itu. Setelah acara selesai, Zahra ke toilet. Sambil menunggu, Nisa menghampiri sang pemateri yang sedang duduk sambil minum.

“Kakak keren banget sih tadi ngisi acaranya.” puji Nisa. 

“Oh iya? Alhamdulillah. Makasih udah dateng buat dengerin aku” Jihan tersenyum.

“Kak Jihan kok bisa nyampein materi sekeren dan selancar itu?” tanya Nisa.

“Latihan, terus aku juga mengkaji ilmu Islam biar aku tahu hukum-hukum dalam Islam seperti tadi.” jawab Jihan.

“Hukum Islam seperti apa? bukannya kita pakai hukum negara ya?” tanya Nisa bingung.

“Hukum Islam tuh contohnya perintah menutup aurat dalam surat Al-Ahzab ayat 59, terus minum khamr, dan masih banyak lagi.” jawab Jihan.

“Menurut Al-qur’an, menutup aurat itu wajib hukumnya. Yaitu memakai gamis, kerudung, dan kaos kaki karena aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.” lanjut Jihan. Nisa mengangguk-angguk.

“Untuk khamr itu haram. Oh iya, khamr itu contohnya bir ya. Diharamkan karena bir itu memabukkan dan Rasulullah pernah bersabda “Setiap yang memabukkan adalah haram.’ lanjut Jihan lagi.

“Kok Islam ribet banget sampe ngatur-ngatur gitu ?” tanya Nisa heran.

“Karena kita hidup di bumi milik Allah Nis, makanya harus ikut aturan Allah alias aturan Islam” jawab Zahra yang sudah selesai dari toilet.

“Eh, Zahra, Assalamualaikum..” sapa Jihan.

“Waalaikumsalam, seru ngobrol ya sama adikku?” tanya Zahra.

Nisa bingung, kok bisa kak Zahra kenal dengan kak Jihan yang hebat ini?

“Seru, dia keponya tinggi. Tapi aku suka sama yang kepo tentang Islam” jawab Jihan.

“Kamu mau ikut ngaji Nis?” tawar Jihan.

Nisa terdiam.

Jihan dan Zahra menunggu jawaban dari Nisa. Akhirnya Nisa pun mengangguk. Jihan dan Zahra tersenyum senang.

“Alhamdulillah, besok datang aja ke rumahku ya..” Ucap Jihan semangat.

Setelah bertukar alamat dan nomor hp, Zahra dan Nisa pun pamit pulang.

Besoknya, Nisa berangkat dengan diantar Rayyan ke rumah Jihan. Di sana ada sekitar lima remaja yang sudah lebih dulu tiba. Jihan memperkenalkan Nisa kepada yang lain.

“Namaku Nisa, salam kenal.” sapa Nisa ketika diminta berkenalan.

Selain Nisa ada Arin, Lily, Izzah, Tiara, dan Zeya.

Jihan menyampaikan hukum menutup aurat. Mereka semua mendengarkan dengan seksama dan bertanya jika tidak paham.

“Kak, kan tadi katanya yang boleh lihat aurat kita hanya mahram kita. Mas pacar mahram nggak?” tanya Zeya.

“Bukan Zeya. Pacar bukanlah mahram. Jadi nggak boleh bersentuhan, lihat aurat, dan sebagainya, lagian pacaran kan dosa.” jawab Jihan.

“Kok bisa kak?” tanya Lily.

“Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 32 disebutkan ‘Janganlah kamu mendekati zina’ itu Allah yang bilang, bukan kakak” Jawab Jihan.

“Tuh mendekati aja nggak boleh, apalagi zina” lanjut Izzah. Jihan senyum dengan apa yang dikatakan Izzah.

“Zina mata, zina hati, banyak deh! Kalau kalian punya pacar, cepet-cepet putusin deh!” Saran Jihan.

“Daripada tambah banyak dosanya ke akhirat nanti” lanjut Jihan.

Mereka mengangguk setelah lama bertanya, waktu pun habis dan semuanya pamit pulang kecuali Nisa.

“Kenapa Nis?” tanya Jihan lembut. Nisa tiba-tiba menangis. Jihan mengelus punggung Nisa.

“A-aku punya pacar kak. K-kemarin dia putusin aku… aku stress akhirnya minum. Kemarin kak Jihan bilang itu dosa. Aku takut kalau Allah masukin aku ke neraka nanti.” jelas Nisa sambil terisak.

“Minta ampun sama Allah, Nis. Allah Maha Pengampun. InsyaAllah Allah terima taubatmu kalau kamu benar-benar serius” ucap Jihan.

“Benar Allah bakal terima?” tanya Nisa.

“InsyaAllah Dek.” jawab Rayyan yang sedari tadi mendengar percakapan Jihan dan Nisa.

“Iya, bener kata kakak kamu, yang penting kamu minta ampun sama Allah.”

Setelah mendapatkan penjelasan dari Jihan, Nisa dan Rayyan pamit pulang.

Di rumah, Nisa langsung mencari tahu tata cara salat taubat. Ia langsung mengerjakannya dan berdoa meminta ampun sambil menangis.

Rayyan, Zahra dan Bunda terharu menyaksikan adiknya yang benar-benar berubah setelah mengkaji Islam. Zahra dan bunda ikut menangis. Tak lama, Nisa keluar kamar dan menghampiri keluarganya.

“Bunda, Nisa minta maaf ya, kemarin Nisa keluar nggak izin Bunda…” Nisa berlutut di depan bundanya.

Bunda kembali terharu dan mengangguk.

“Jangan gitu lagi, kalau kamu sedih atau stress ngadu ke Allah, jangan dilampiaskan gitu aja ke hal-hal haram. Ingat pilih teman yang baik juga.”, pesan bunda.

“Iya, Bun, Kak Zahra, Kak Rayyan, Nisa juga minta maaf soalnya nggak nurut kemarin.” ucap Nisa.

Rayyan dan Zahra mengangguk.

“Alhamdulillah, Nisa sudah mau bertaubat, stay di jalan yang benar ya Dik!” Zahra mengelus kepala Nisa.

“InsyaAllah, Nisa takut sama azab Allah kak.” Nisa bergidik ngeri.

“Bismillah bisa istikamah.” lanjut Nisa

“Bunda, Kak Rayyan sama Kak Zahra akan selalu mendukung kamu Nis.” Rayyan menyemangati. []

Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fahmzz


Photo Source by unsplash.com

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button