CerpenSastra

Kebenaran Akan Selalu Menang

“Kelompokmu menghina-hina kepercayaan kami. Menginjak dan mengencingi kitab suci kami, tapi sekarang? Berkat pertolongan-Nya lah kami dimudahkan untuk menangkapmu.”


Oleh: Fahri Hasanuddin Amhar
(Penulis 24 buku antologi)

JURNALVIBES.COM – Suasana senyap menghiasi kampung yang lengang. Rumah-rumah kosong seolah tidak berpenghuni. Para penduduk sedang berkumpul di tanah lapang kampung.  Wajah mereka tertunduk. Tidak ada yang berani berbicara. Anak-anak, remaja, juga orang dewasa. Itu perintah sejak mereka dikumpulkan lima belas menit lalu.

Related Articles

“JAWAB SEKALI LAGI! DI MANA TOMO?” Seorang pria, dengan seragam militer, memegang pistol, berdiri di atas Mobil Jeep berwarna merah. Di belakangnya dan sekeliling lapangan, orang-orang dengan seragam yang sama juga berdiri tegap, memegang senapan laras panjang, di sakunya terselip pistol.

“Kau, jawab! Kalau tak mau juga, nyawa salah satu penduduk di sini akan melayang,” ancam keras pria itu menunjuk ketua kampung. Ia mengacungkan asal pistol ke arah warga yang sedang menunduk.

Tidak ada jawaban dari Ketua Kampung.

“SATU!” teriak pria berseragam militer itu lantang.

Hening. Masih tidak ada jawaban.

“DUA!” Pria itu memantapkan posisi memegang pistol, tangannya berada di depan pelatuk, siap menarik.

Situasi semakin mencekam. Para orang tua menutup mulut anaknya, mencegah suara tangis mereka terdengar.

“TI—”  

“TUNGGU!” Seseorang menahan gerakan tangan pria itu yang hendak menarik pelatuk, bersiap memuntahkan isi dari senjata di tangannya.

Kepala-kepala tertoleh. Keadaan menjadi cair sejenak. Seseorang keluar di antara pohon-pohon, menyibak rerumputan.

“Siapa kau?” Pria yang tadi berkoar-koar menurunkan acungan senjatannya. Penasaran dengan orang yang tiba-tiba datang.

“Aku penduduk kampung ini. Beberapa menit lalu baru balik dari hutan, heran sekali, ke mana istri dan anakku tercinta. Kukira mereka sedang bersilaturahmi dengan tetangga, atau melaksanakan kegiatan kampung, atau apalah. Rupanya ada orang lain yang ribut-ribut sendiri dari tadi,” ucap seseorang itu dengan berani. Badannya besar dan gagah, ia tampak tidak peduli dengan senjata yang dipegang oleh pria di depannya.

“Kau tak kenal siapa aku?” Pria yang berdiri di atas Mobil Jeep bertanya arogan.

“Tidak. Apa peduliku?” Orang kampung yang baru balik dari hutan balik bertanya, mencoba meniru gaya arogan lawan bicaranya.

“Banyak gaya. Sebut namaku, Muso, tidak ada orang yang tidak mengenalku. Bahkan Pak Presiden akan berhenti berjalan saat mendengar namaku.” Dengan lantang, Muso memperkenalkan diri. Matanya memandang rendah orang kampung ini.

“Kalau begitu, kenalkan, aku Tomo.”

Jawaban orang yang baru datang dari hutan itu membuat Muso dan pasukannya membelalakkan mata. Senjata mereka teracung siaga.

“Nak Tomo, kau tahu apa tujuan mereka datang ke kampung ini?” Ketua kampung bertanya dengan suara parau. Ia sudah lelah diancam dari tahu. Merahasiakan keberadaan Tomo karena curiga dengan orang-orang bersenjata ini.

“Jadi, dari tadi kau berbohong?” Muso mengarahkan senjatanya ke arah kepala kampung, bersiap menarik pelatuk.

DOR!

Darah menetes. Kepala kampung membuka mata, napasnya tertahan.

Suara tembakan itu bukan dari senjata Muso, seseorang justru menembaknya dari arah lain,tak terlihat.

“DIA TIDAK SENDIRI, HABISI DIA!” Muso berteriak menahan rasa sakit. Peluru tadi mengenai tangannya, membuat pistol yang dipegang terjatuh.

Pasukan Muso bertindak cepat, mereka segera menyandera warga yang berada di lapangan. Membidikkan senjatanya. Mengancam Tomo agar tidak melangkah lebih jauh.

Namun, sesaat, situasi kembali berubah. Para pasukan bersenjata milik Muso dilumpuhkan dari berbagai arah. Membuat para penyandera itu jatuh terduduk, melepaskan tawanannya, dan menyisakan Muso seorang diri.

Belasan tentara keluar dari hutan. Mereka adalah Tentara Nasional Indonesia dari kubu Tomo. Lambang negara di seragam mereka terpasang jelas, berbeda dengan milik Muso dan pasukannya yang sudah dikoyak, bukti pengkhianatan dan menolak bersatu dengan negara yang telah sah berdiri.

Muso terpojokkan. Tahu tak bisa kabur, ia menyerah, rentetan peluru bisa mengenainya kapan saja.

***

Jauh-jauh hari sebelum Muso dan pasukannya mengarah ke kampung untuk mencari Tomo. Tomo sudah mendengar kabar rahasia bahwa akan ada pasukan militer yang datang ke kampung mengatasnamakan perintah presiden. Namun, di saat yang sama, ia mendapat laporan dari anak buahnya di kota bahwa tidak ada pengiriman pasukan ke kampung mana pun.

Setelah berpikir cepat, Tomo menyusun rencana untuk menjebak rombongan dengan laporan palsu tersebut. Ia memanggil mantan pasukannya saat bergerilya melawan penjajah dahulu, memerintahkan mereka untuk bersembunyi di hutan. Hingga kebenaran datang dengan sendirinya.

***

“Kelompokmu menghina-hina kepercayaan kami. Menginjak dan mengencingi kitab suci kami, tapi sekarang? Berkat pertolongan-Nya lah kami dimudahkan untuk menangkapmu. Jika kau bilang Tuhan tidak ada, maka ke mana kau akan berserah dan memohon pertolongan?” Tomo mendekati Muso yang tangannya sedang diikat.

Situasi sudah membaik. Warga desa yang tidak berkepentingan meninggalkan lapangan, kembali ke aktivitas masing-masing. Pasukan Muso yang berhasil dilumpuhkan ikut terikat berbaris di sebelahnya. Senjata-senjata sudah dijauhkan dari tangan mereka.

Muso hanya menunduk. Masih tak percaya atas rencananya yang gagal.

“Aku tahu, beberapa bulan lagi kalian memiliki rencana merebut pemerintahan. Melakukan kudeta. Entah mungkin memfitnah para jenderal? Tapi aku bersumpah, atas izin Allah, kebenaran akan selalu menang melawan yang batil. Ingat itu!” Tomo menutup pembicaraannya, berdiri, meninggalkan Muso yang berwajah kusut. []


Photo Source by Google

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Back to top button