Kenaikan BBM, Bagaimana Pandangan Islam?

Kekayaan alam seperti migas dan tambang termasuk kategori harta milik umum, yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Sebab membutuhkan investasi dan biaya yang sangat besar. Sehingga, negara berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas eksplorasi dan eksploitasinya (sektor hulu).
Oleh Fathimah A. S.
JURNALVIBES.COM – Mulai 1 April kemarin, Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 92 atau Pertamax menjadi Rp12.500 – Rp13.000 per liter, dari sebelumnya Rp9.000 sampai Rp9.400 per liter (cnbcindonesia.com, 01/04/2022).
Kenaikan dengan jumlah fantastis ini ditengarai akibat harga minyak mentah dunia yang telah menembus lebih 100 dolar AS per barel. Padahal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mengasumsikan harga minyak dunia hanya sebesar 65 dolar AS per barel (tirto.id, 01/04/2022). Sehingga pemerintah menetapkan kenaikan harga sebagai jalan keluar agar subsidi APBN tidak semakin membengkak.
Adanya kenaikan Pertamax dengan jumlah besar semakin menegaskan tata kelola migas hari ini yang sangat erat dengan aroma kapitalistik. Kebijakan yang ada cenderung mencari celah untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Tak lain disebabkan karena negara hari ini memposisikan dirinya hanya sebagai regulator. Sehingga seluruh hajat publik, termasuk BBM, dikelola menggunakan kacamata komersil dengan diserahkan pada mekanisme pasar bebas.
Sehingga wajar, baik di sektor hulu migas (eksplorasi dan eksploitasi), maupun sektor hilirnya (sektor niaga dan distribusi), tidak murni dikuasai oleh negara (melalui Pertamina), tetapi juga dalam cengkeraman para pemilik modal.
Akibatnya, dalam penyediaan BBM, negara tidak mampu bersikap mandiri, bahkan sangat tergantung oleh swasta. Negara memilih impor, padahal negeri ini memiliki kekayaan migas yang melimpah.
Bahkan, sebenarnya klaim kenaikan BBM akibat naiknya harga minyak mentah dunia juga tak dapat diterima. Sebab sudah kesekian kalinya Pertamina menaikkan harga BBM dengan alasan serupa. Jika memang ini adalah problem utama, maka seharusnya ketika harga minyak dunia turun hingga sekitar 20 dolar AS per barel di tahun 2020 kemarin (pasardana.id, 16/04/2020), harusnya harga BBM juga ikut mengalami penurunan. Tetapi kenyataannya tidak.
Adapun klaim apabila tidak terjadi kenaikan harga maka akan mengakibatkan APBN membengkak juga tak dapat diterima. Pasalnya, fakta di lapangan masih banyak alokasi anggaran lain yang lebih besar melahap APBN. Misalnya pengeluaran APBN 2021 untuk membayar bunga utang yang mencapai Rp343,5 triliun (cnbcindonesia.com, 04/01/2022). Nilai ini jauh lebih tinggi empat kali lipat dari realisasi subsidi BBM pada 2021 yaitu sebesar Rp83,8 triliun (cnbcindonesia.com, 30/03/2022). Sehingga sebenarnya yang melahap APBN adalah utang negara yang menggunung, bukan subsidi untuk BBM.
Menaikkan Pertamax jelas-jelas mengabaikan kemaslahatan rakyat. Sebab rakyat pasti berharap segalanya semakin terjangkau dan jauh dari peliknya ekonomi. Akan tetapi, pada faktanya hubungan antara negara dan rakyat tak ubahnya sebatas hubungan pedagang dan pembeli. Rakyat harus membayar biaya pelayanan yang disediakan oleh negara, dengan harga yang telah disesuaikan dengan indikator ekonomi (inflasi, harga pasar, dll).
Negara tak berperan sebagai pelayan yang mengurusi urusan rakyat, tetapi lebih bersikap sebagai pebisnis. Demikianlah paradigma khas sistem ekonomi kapitalisme.
Berbeda jauh dengan paradigma Islam. Aturan Islam hadir berlandaskan akidah Islam, yaitu keimanan kepada Allah Swt. Sehingga aturan Islam akan bersifat adil dan mampu menciptakan kesejahteraan, tidak seperti hari ini yang cenderung berpihak pada golongan tertentu.
Negara yang menerapkan Islam secara kafah akan mengadopsi Islam sebagai tata cara pengelolaan negaranya. Negara juga menjadi pihak terdepan dalam memelihara dan mengatur urusan rakyatnya, termasuk dalam pengelolaan migas dan BBM. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah ï·º, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Dalam ekonomi Islam, terdapat pengaturan khas terkait kepemilikan atas harta, yang bila direalisasikan maka mampu menyelesaikan problem BBM hari ini. Islam memandang bahwa seluruh harta yang ada di muka bumi adalah milik Allah Swt., sehingga hanya dapat dimiliki atas izin Sang Pemiliknya.
Pengaturan kepemilikan atas harta inilah yang menjadikan negara memiliki sumber pemasukan yang kuat dan stabil dan anti defisit, yaitu melalui pos zakat, pos kepemilikan umum, dan pos kepemilikan negara (fai-kharaj). Sehingga negara tidak akan mengambil utang luar negeri sebagai sumber pemasukan sebagaimana yang dilakukan negara kapitalis.
Kekayaan alam seperti migas dan tambang termasuk kategori harta milik umum, yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Sebab membutuhkan investasi dan biaya yang sangat besar. Sehingga, negara berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas eksplorasi dan eksploitasinya (sektor hulu).
Negara juga akan menutup rapat pintu swasta sehingga tak dapat memprivatisasi kekayaan alam dalam negeri. Kemudian, hasil pengelolaan kekayaan alam ini akan didistribusikan untuk kemaslahatan rakyat (sektor hilir). Dapat berupa BBM dengan biaya sangat murah atau bahkan gratis. Atau bisa berupa fasilitas-fasilitas lain yang diperuntukkan untuk rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, jalan, listrik, air, dsb. Negara mampu menyediakan BBM dengan harga yang murah, sebab negara hanya menarik biaya produksi saja, bukan untuk meraup keuntungan maksimal seperti yang terjadi di sistem kapitalis hari ini.
Semua kebijakan tadi ditetapkan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat. Akan tetapi, solusi tuntas untuk problem BBM ini hanya dapat terlaksana ketika ada penerapan Islam secara kafah, yang dalam bingkai negara yang disebut khilafah. Sehingga, sudah sepantasnya bagi seorang Muslim untuk mengkaji dan mendakwahkan Islam kafah yang mampu membangkitkan umat dan mengembalikan kemuliaan Islam. Wallahu a’lam bishawwab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz
Photo Source by Google
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com