STOP! Tidak Ada Liberalisasi Agama dalam Ajaran Islam

Menyejajarkan doa bagi umat Islam dengan agama yang lain adalah tindakan gegabah yang dapat menanggalkan akidah.
Oleh: Novida Sari, S.Kom.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memberikan penjelasan soal tiap acara di Kementerian Agama dimulai dengan doa semua agama, tidak hanya doa dari Islam. Gus Yaqut menjelaskan bahwa pembacaan doa lintas agama didasari karena Kementerian Agama tidak hanya menaungi satu agama saja. Tetapi semua agama yang ada dan diakui di Indonesia (kumparan.com, 7 April 2021).
Sangat disayangkan jika rencana ini dimuluskan, karena jelas sekali aroma liberalisasi agama terkandung di dalamnya. Apalagi bagi kaum muslim, doa adalah sesuatu yang sakral yang diminta secara sungguh-sungguh kepada sang Pencipta yang tidak memiliki sekutu dengan siapa pun. Allah Swt. berfirman,
وَقَالُوۡا کُوۡنُوۡا هُوۡدًا اَوۡ نَصٰرٰى تَهۡتَدُوۡا ؕ قُلۡ بَلۡ مِلَّةَ اِبۡرٰهٖمَ حَنِيۡفًا ؕ وَمَا كَانَ مِنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَ
Artinya : “Dan mereka berkata, Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian akan mendapat petunjuk. Katakanlah, ‘Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik’” (TQS Al-Baqarah: 135).
Muhammad Ibnu Ishak mengatakan, telah menceritakan Muhammad ibnu Abu Muhammad, telah menceritakan Sa’id ibnu Jubair atau Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata seorang Yahudi bernama Ibnu Suria Al A’war berkata kepada Rasulullah saw, “Tidak ada petunjuk selain yang kami ikuti, maka ikutilah kami agar kalian mendapat petunjuk”, orang Nasrani juga mengklaim hal yang sama bahwa hanya mereka yang mendapat petunjuk. Akan tetapi Allah Swt. menolak klaim mereka dengan tegas dengan menjawab قُلۡ بَلۡ مِلَّةَ اِبۡرٰهٖمَ حَنِيۡفًا
مِلَّة merupakan asal dari Tauhid, yakni monotheisme yang meniadakan persekutuan. Hanya Allah Swt. saja satu-satunya yang harus disembah tanpa ada unsur kemusyrikan. Sementara Yahudi mengatakan Uzair ibn Allah sebagaimana Nasrani yang mengatakan Isa ibn Allah. Dan kedua ajaran agama samawi ini mengklaim mengikuti millah Ibrahim dan merasa paling dekat dengan Ibrahim ‘alaihissalam.
Ada upaya orang-orang di luar Islam baik dari para pemuka agama ataupun kaki tangan mereka untuk mencari interfight yang menyebutkan bahwa seluruh agama samawi itu adalah anak Abraham ataupun Ibrahim. Sehingga pada saat umat Islam tergerus logika ini, akan ditemukan sebuah mantiq yang menyebutkan bahwa semuanya bertemu pada 1 orang Bapak Kenabian yakni Nabi Ibrahim sehingga semua agama itu sama.
Padahal jika ditelusuri مِلَّةَ اِبۡرٰهٖمَ حَنِيۡفًا bukanlah menyebutkan Nabi Ibrahim itu Yahudi maupun Nasrani yang melakukan kemusyrikan. Hal ini akan tampak jelas dalam penelusuran kisah Nabi Ibrahim tatkala mencari Tuhan Pencipta alam di antara bintang, bulan, matahari sampai pada pemenggalan kepala berhala. Tampak jelas bahwa Nabi Ibrahim bukan orang musyrik.
Sehingga jelaslah bahwa حَنِيۡفًا merupakan kecondongan Nabi Ibrahim pada agama yang lurus, bukan pada paganisme, Yahudi maupun Nasrani.
Menyejajarkan doa bagi umat Islam dengan agama yang lain adalah tindakan gegabah yang dapat menanggalkan akidah. Allah Swt. berfirman,
اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ
Artinya : “Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat” (TQS An-Naml: 62).
Millah dan syariat adalah hal yang berbeda. Masing-masing ajaran agama samawi pada dasarnya memiliki millah yang sama yakni monotheisme yang hanya menuhankan Allah Swt. saja.
Ayat-ayat ini semakin memperkuat bahwa tidak ada liberalisasi agama di dalam ajaran Islam apapun alasannya. Hal yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, para Khulafaur Rasyidin dan pemimpin Islam di masa sebelumnya. Hal ini terjadi hanya di dalam sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Dan hal ini tidak sesuai dengan tujuan syariat yang telah Allah Swt. turunkan kepada umat Muslim.
Meskipun di perjalanannya ajaran Yahudi dan Nasrani mengalami penyimpangan dengan membuat kemusyrikan seperti yang disebutkan di dalam Al-Quran. Sementara syariat memiliki ciri yang khas atau unik, berbeda antara satu agama dengan agama yang lain.
Jika di kisah nabi Sulaiman ditemukan sikap beliau dalam menghukum burung hud-hud, maka dalam syariat Islam hal demikian tidak ditemukan. Sehingga nampak jelas syariat Islam yang datang itu menghapus syariat yang ada sebelumnya. Apalagi dalam hal liberalisasi agama, ini merupakan hal yang tidak mendasar dan tidak memiliki dalil pembenaran dari apa yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada kaum muslimin.[]
Photo Source by Google
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com