Opini

Polemik Sertifikasi Halal ala Kapitalisme

Label atau sertifikasi halal adalah salah satu layanan yang diberikan oleh negara, dengan biaya murah bahkan gratis. Negara di dalam Islam memastikan kehalalan dan kethayyiban setiap benda atau makanan dan minuman yang akan dikonsumsi umat karena itu sangat penting bagi umat itu sendiri.


Oleh Aurora Ridha
(Aktivis Muslimah Kalsel)

JURNALVIBES.COM – Seperti yang kita ketahui bersama bahwa label atau sertifikasi halal dalam setiap kemasan atau minuman bahkan dalam hal produk apapun. Karena dengan label atau sertifikasi halal tersebutlah menjadi standar bagi kaum Muslim untuk mengonsumsi produk tersebut. Namun polemik label atau sertifikasi halal tersebut akhir-akhir dihebohkan karena sebuah minuman keras yang nyata-nyata haram dikonsumsi bagi kaum Muslim justru terdapat label atau sertifikasi halal pada minuman keras tersebut.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa temuan mengejutkan terkait produk pangan dengan nama-nama kontroversial seperti tuyul, tuak, beer, dan wine yang mendapat label halal atau sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJPH) Kementrian Agama. Dimana berita tersebut ditemukan oleh ketua MUI yakni Asrorun Niam Sholeh pada Selasa tanggal 1 lalu. Beliau mengatakan bahwa hasil investigasi MUI memvalidasi laporan masyarakat bahwa produk-produk tersebut memperoleh sertifikat halal dari BPJPH melalui jalur self declare. (wartabanjar, 13-10-2024)

Di perindustrian pun melakukan dengan hal yang sama. Mereka juga meminta pemerintah untuk melegalkan penjualan minuman keras. Di mana para pelaku industri pariwisata khususnya di DIY melalui Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, mendukung terkait penguatan aturan legalisasi penjualan minuman keras (miras) dalam rangka untuk memperkuat kontrol pemerintah. (kumparan, 13-10- 2024)

Akhirnya ramai perbincangan soal label atau sertifikasi halal pada suatu produk yang pada hakikatnya produk tersebut menunjukkan sesuatu yang tidak halal seperti minuman keras. Bagaimana tidak, masyarakat saat ini menilai selama zatnya halal seperti minuman keras meskipun itu haram juga harus mendapatkan label atau sertifikasi hahal dari BPJH.

Dengan kerangka berpikir masyarakat yang seperti ini menunjukkan bahwa tingkat pemikiran masyarakat saat ini sangatlah jauh dari pemikiran Islam. Inilah model sertifikasi halal dalam system kapitalisme, di mana nama tidak menjadi asas kehalalan sebuah produk meskipun nama tersebut sudah jamak dipakai untuk produk tidak halal yang masih beredar di pasaran. Dengan demikian hal ini akan menimbulkan kerancuan yang dapat memahaykan masyarakat karena pemberian lebel atau sertifikasi halal pada sebuah produk. Persoalannya adalah halal haramnya sebuah produk padahal di dalam Islam itu merupakan sebuah prinsip.

Inilah buah dalam sistem sekularisme yakni pemisahan agama dalam kehidupan. Dalam sistem saat ini para penguasa abai terhadap akidah masyarakat. Bagaimana tidak, bahkan untuk zat yang nyata-nyata itu adalah haram di dalam Islam namun tetap diedarkan di tengah-tengah masyarakat seperti minuman keras.

Dalam pemberian label atau sertifikasi halal ini pada sistem kapitalisme saat ini sejatinya hanya digunakan sebagai ladang bisnis karena banyaknya permintaan dari kalangan kaum Muslim untuk memastikan kehalalan sebuah produk. Dana untuk mendapatan label atau sertifikasi halal tersebut tidaklah mudah karena harus mengluarkan uang agar sebuah produk mendapatkan sebuah label atau sertifikasi halal.

Dengan demikian tampak jelas bahwa dalam sistem sekuler kapitalisme pemerintah telah berlepas tangan terhadap urusan umat dan ketika mengurusi umat pun hanya sebatas mencari asas manafaat yakni keuntungan di dalamnya seperti bisnis label atau sertifikasi halal pada sebuah produk.

Ini tentu sangat jauh berbeda dengan Islam, di mana seorang penguasa akan menyandarkan segala aturan dan kebijakannya berasaskan pada al-Qur’an dan sunah. Negara hadir di tengah-tengah bukan untuk mencari keutungan namun melainkan sebagai penyelenggara dari hukum syariat Islam.

Islam adalah agama yang komprehensif di mana Islam memiliki auran dari setiap permasalahan yang ada termasuk memiliki aturan tentang benda/zat, ada yang halal ada yang haram. Negara dalam Islam juga wajib untuk menjamin kehalalan sebuah produk yang akan dikonsumsi manusia, karena negara adalah pelindung agama umat. Kehalalan atau keharaman sebuah benda disandarkan pada syariat Islam semata buka dari yang lain termasuk asas manfaat seperti dalam system sekuler kapitalisme saat ini.

Label atau sertifikasi halal adalah salah satu layanan yang diberikan oleh negara, dengan biaya murah bahkan gratis. Negara di dalam Islam memastikan kehalalan dan kethayyiban setiap benda atau makanan dan minuman yang akan dikonsumsi umat karena itu sangat penting bagi umat itu sendiri.

Penerapan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat sejatinya akan memberikan rasa tenang di dalam jiwa seluruh umat bukan hanya kaum muslimin saja. Wallahu a’lam bishawab. []

Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fahmzz


Photo Source by freepik.com

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button