Tindak Asusila Makin Gawat, Generasi Selamat Hanya dengan Syari’at
Maraknya kasus asusila pada anak adalah akibat dari penerapan sistem sekuler liberal. Dampaknya Manusia kehilangan fondasi paling mendasar dalam kehidupan, yaitu keimanan serta jauhnya manusia dari hukum syari’at sebab syari’at menjadi tak berlaku di sistem sekuler hari ini. Padahal hanya Islam satu-satunya yang memiliki solusi dalam mengatasi maraknya perbuatan asusila dan kekerasanĀ seksual.
Oleh Eva Hana
(Pendidik Generasi)
JURNALVIBES.COM – Negeri ini kembali digemparkan dengan tindak asusila yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya. Guru yang seharusnya menjadi garda depan dalam mendidik generasi muda, namun ternyata justru menjadi pelaku perbuatan tercela.
Kasus asusila terjadi di Bumi Anoa. Tertangkap seorang oknum guru S (55) oleh Polresta Kendari akibat tindakan asusila, mencabuli belasan siswi di salah satu sekolah dasar (SD) di Kota Kendari. (Kendarikini, 3-9-2024).
Masih di tahun yang sama, tepatnya di tanggal 25 Juli 2024 tertangkap seorang guru SD di kecamatan Peundeuy, Garut yang melakukan tindakan asusila terhadap muridnya. Hingga kini KPAI sedang berupaya membantu memulihkan psikis 10 anak korban asusila guru tersebut, agar tidak mengalami trauma berkepanjangan (antaranews, 26-8-24).
KPAI mengungkapkan sepanjang bulan Januari sampai Agustus 2023, sudah terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak, dan 861 kasus didalamnya terjadi di lingkup satuan Pendidikan. Diantaranya terdapat 487 anak sebagai korban kasus kekerasan seksual. KPAI menyebutkan data ini cenderung naik setiap bulannya, sehingga perlu mendapatkan perhatian bersama untuk menekan penurunan angka kekerasan anak, khususnya di lingkup satuan Pendidikan (Kompas, 10-10-23).
Sungguh ironis, keberadaan guru yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru menjadi ancaman untuk mereka. Guru yang seharusnya menjadi teladan dan pengayom bagi anak didiknya, justru menjadi predator tindak asusila kepada murid-muridnya.
Profesi guru adalah profesi yang mulia, yakni mendidik generasi. Namun telah tercederai akibat tindak kriminal dan kejahatan yang dilakukan oleh oknum guru tersebut.
Pemerintah telah melakukan beragam upaya untuk meminimalisasi dan mencegah tindak asusila ataupun kekerasan seksual terhadap anak. Namun tak mampu menekan angka kekerasan bahkan angkanya terus meningkat.
Perlu dicermati ulang, jika regulasi yang dilakukan tak berhasil menghentikan, itu artinya terdapat kesalahan dalam merumuskan akar persoalan pelecehan seksual pada anak yang makin gawat darurat.
Maraknya kasus asusila pada anak adalah akibat dari penerapan sistem sekuler liberal. Dampaknya Manusia kehilangan fondasi paling mendasar dalam kehidupan, yaitu keimanan serta jauhnya manusia dari hukum syari’at sebab syari’at menjadi tak berlaku di sistem sekuler hari ini. Padahal hanya Islam satu-satunya yang memiliki solusi dalam mengatasi maraknya perbuatan asusila dan kekerasan seksual.
Sumber masalahnya harus segera dibuang dan diganti dengan solusi Islam. Karena Islam memiliki sejumlah perlindungan berlapis dalam mengatasi kekerasan seksual, di antaranya:
Pertama, lapisan preventif yaitu mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual dengan mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Meliputi kewajiban menutup aurat dengan berhijab syar’i diruang publik; kewajiban menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan; larangan berkhalwat, berhias di hadapan non mahram, dan berzina. Perintah adanya pendamping mahram bagi perempuan saat melakukan perjalanan lebih dari sehari semalam; dan perintah memisahkan tempat tidur anak.
Kedua, lapisan kuratif yaitu penanganan saat terjadi kasus kekerasan seksual. Dalam hal ini, penegakkan sistem sanksi Islam wajib terlaksana. Sanksi Islam memiliki dua fungsi yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebua dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Ketika hukum Allah berjalan, manusia tak lagi mampu menawar atau menghilangkan hukum tersebut. Pelaku maksiat akan diberikan ganjaran dengan seadil-adilnya.
Ketiga, lapisan edukatif yaitu pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah IsIam. Dengan kurikulum ini, individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam, senantiasa menjadikan syari’at IsIam sebagai standar perbuatan. Pendidikan Islam akan melahirkan individu dan masyarakat yang bertakwa. Aktivitas amar makruf nahi mungkar menjadi budaya didalam masyarakatnya, sehingga kejahatan dan kriminalitas mudah diminimalisir.
Keempat, peran negara. Dalam Islam negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyatnya. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam tidak bisa terlaksana tanpa kehadiran negara yang menerapkan syari’at secara kafah.
Negara akan melakukan kontrol di setiap lini dan menutup akses media serta propaganda yang mengajak pada kemaksiatan, menjaga generasi dan mencegah mereka melakukan kemaksiatan baik skala individu maupun komunitas.
Demikianlah aturan Islam yang begitu sempurna. Selama 13 abad, sistem Islam mampu menciptakan masyarakat yang berbudi luhur, beradab, berakhlak mulia dan berkepribadian unggul. Jangan biarkan sekularisme merusak generasi. Hanya dengan syariat generasi akan selamat. Wallahu a’lam bishawab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fahmzz
Photo Source by canva.com
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com