CerpenSastra

Rara dan Sepatu Ajaib

Jika kamu ingin menemukan adikmu, kamu harus mendegarkan suara sepatumu.


Oleh Muhammad Syafiq Shidqi

JURNALVIBES.COM – Angin semilir berhembus ringan, pertanda kecil bahwa hari sudah mulai larut. Rara dan Lili keduanya mengenakan gaun, satu berwarna navy dan satunya lagi berwarna hijau cerah, menciptakan kontras yang sudah biasa di antara mereka.

Related Articles

Sang adik, Lili suka dengan warna yang cerah. Kepribadiannya pun aktif dan suka berbicara. Saat tersenyum wajah manisnya bersinar seperti matahari. Berkebalikan dengan kakaknya yang lebih suka menyendiri dan sering cemberut. Namun walau terlalu sering cemberut, wajahnya tidak bisa dikatakan tidak cantik, malah ekspresinya yang begitu datar mengeluarkan karisma gadis yang tangguh dan cerdas. Wajah cantik mereka memang warisan dari ibunya yang juga cantik kata orang-orang.

“Apa kakak melihat sepatu hakku?” Lili tampak berdiri kebingungan di depan rak sepatu.

“Yang imitasi berlian itu?”

“Iya, di mana kakak melihatnya?”

“Minggu lalu masih ada di rak. Apa kamu tidak melihatnya?”

“Aku tidak bisa menemukannya. Tolong bantu aku mencarinya,”

Sepuluh menit mereka habiskan demi mencari sepasang sepatu milik Lili itu, tetapi tidak kunjung ketemu. Terpaksa Lili menggunakan sepatu favorit kedua miliknya di antara lima sepatu hak koleksinya.

Kedua gadis remaja ini berencana pergi keluar rumah, menikmati masa muda mereka seperti gadis-gadis lain sebaya mereka. Rara sebenarnya jarang berkeliaran saat hari sudah gelap. Baginya itu adalah perbuatan yang tidak bermanfaat. Dia lebih suka membaca buku sebelum tidurnya. Namun Lili tidak membiarkan begitu saja kakaknya menjadi orang yang tidak akan bisa menikmati keramaian. Lili memaksa Rara menemaninya ikut ke karnaval. Lili berdalih meminta hadiah atas ulang tahun Lili tahun lalu yang sempat Rara lupakan. Rara tidak punya pilihan selain mengikuti keinginan adiknya.

Mereka memutari setiap sudut toko dan pertunjukkan di karnaval. Rara bahkan sadar mereka telah melewati kedai popcorn yang menjual popcorn murah berwarna-warni itu berkali-kali, tetapi Lili tidak menyadarinya. Dia sangat senang melihat-lihat sambil berbincang dengan orang asing di sana-sini.

Sepanjang perjalanan mereka begitu menyenangkan. Lampu tumblr bergantungan di mana-mana. Bising tawa terdengar dari segala arah. Harum manis berbagai jajanan murah menutupi aroma tanah yang masih sedikit becek sampai tidak tercium lagi bau lumpur tanah merah yang mereka pijak.

Rara yang selalu waspada sekitar merasa tidak nyaman. Dia bimbang dengan perasaannya, tidak tahu kenapa dia merasa takut. Rara merasa was-was. Apa yang membuatnya merasa terganggu? Apakah karena dia merasa canggung berada di kerumunan orang tanpa bicara sepatah kata pun? Ataukah karena dia sudah terlalu lama tidak berjalan sehingga sudah kelelahan hanya dengan berkeliling di lahan persegi seluas seperempat lapangan bola sepak ini. Ataukah karena dia telah melihat berkali-kali seorang pria berkumis mengenakan setelan ala aktor opera di tempat yang berbeda-beda.

“Lili, Kita pulang saja yuk! Aku sudah lelah jalan-jalan nih,”

“Sedikit lagi kak. Ayo kita lihat paman pesulap atau peramal atau apalah dia itu. Sepertinya dia punya banyak trik keren untuk pamer,”

“Enggak usah Lili. Tadi aku lihat tempatnya di sebelah kedai baju, sebelumnya di sebelah paman yang jualan kentang giling, sekarang malah ada di sini. Serem tau!”

“Kakak ngomong apa sih. Ayo kita tanya dulu. Aku janji ini yang terakhir deh,”

Rara menghelas napas sembari menggerutu, tetapi tak sempat sedetik dia mengehela nafas Lili yang berjalan lebih dulu beberapa langkah sudah hilang dari pandangan Rara. Rara memanggil-manggil Lili, tetapi Lili tak kunjung kembali.

Tekanan yang aneh tiba-tiba muncul, yang belum pernah Rara rasakan, bisikan seorang pria misterius tertangkap oleh telinganya. Rara terkejut bukan main. Sang pria itu benar-benar mendekatinya. Rara mencoba berteriak tetapi suaranya tidak keluar. Takut dan bingung, Rara merasa ingin menangis.

“Kamu mencari adikmu, gadis manis?”

Rara menghela nafas panjang. “Fuuuhhhh…. Bagaimana Anda tau?”

“Sepatumu memberi tahuku,”

Apa?

“Apa yang anda katakan?” Rara segera menundukkan kepalanya, memastikan maksud kata-kata sang pria itu.

Jantung Rara terpacu sangat cepat. Sepatu yang ia kenakan adalah sepatu berlian imitasi milik Lili. Pikirannya melayang. Ia tidak percaya dengan apa yang matanya lihat. Rara menoleh sekitar, karnaval itu mendadak telah sunyi. Tersisa dia dan pria misterius itu. Rara tidak bisa berkata-kata lagi. Dia benar-benar membeku, syok.

“Jika kamu ingin menemukan adikmu, kamu harus mendengarkan apa yang sepatumu katakan,”

Pria misterius itu memberikan instruksi aneh sambil tersenyum lebar. Kemudian dia melemparkan sehelai kain ke udara. Saat kain itu jatuh ke tanah dia sudah menghilang. Rara akhirnya bisa kembali tenang. Sekitarnya pun sudah kembali ramai.

Jika kamu ingin menemukan adikmu, kamu harus mendegarkan suara sepatumu.

Rara tidak mengerti arti perkataan pria itu. Pria itu bahkan sudah tidak ada di samping penjual permen kapas merah jambu, tempat terakhir Rara melihatnya. Kini Rara bingung harus melakukan apa.

Psssttt… jalanlah ke bawah pohon jambu itu, lalu siramlah tanah gundukan itu dengan segelas air!”

Rara lagi-lagi dikejutkan dengan bisikan yang muncul tiba-tiba. Dia mengecek kembali sepatunya, dan memang sepatu yang sedang dia pakai adalah sepatu hak milik Lili. Dia tidak punya pilihan. Rara mengikuti perintah bisikan itu tanpa bertanya-tanya lagi.

“Kemudian lihatlah orang yang meminta-minta di samping gerobak itu! Berilah dia sedikit uang!”

“Kamu lihat anak yang menangis di sana? Antarkan dia ke kedai yang menjual permen jeli rasa buah, lalu belikan dia sebungkus dan tunggu hingga orang tuanya datang!”

Berbagai perintah telah Rara laksanakan tanpa bertanya. Terakhir Rara disuruh bisikan itu untuk duduk di bangku taman di samping area karnaval dan menutup matanya. Rara pun duduk dan menutup matanya. Tidak lama ada suara yang memanggilnya.

“Kakak! Dasar Kakak. Aku mencari kamu ke mana-mana tau! Kakak malah tidur di bangku ini, bukannya mencari aku!”

Rara merasa lelah, tidak sanggup meladeni kemarahan Lili. Maka dia hanya balas tersenyum letih dan menyuruh Lili duduk di sampingnya. Dia seketika itu sadar sepatu yang dia pakai telah kembali menjadi sepatu miliknya semula.

“Terima kasih sudah mengajakku ikut Lili,”

Lili pun bingung dengan kelakuan Kakaknya. Namun melihat tampang kakaknya yang bisa tersenyum meski kelelahan mengusir panas dari hatinya. Lili juga ikut tersenyum.

“Oh iya juga, rasanya aku tiba-tiba mendapat ilham ketika istirahat di sini. Apa kamu sudah mencari sepatumu di lemari tempat almarhum ibu menyimpan sepatu miliknya?”

“Kenapa aku harus mencari di sana? Bukankah lemari itu sudah tidak disentuh sangat lama sampai berdebu?”

“Saat pulang coba saja dulu cari di sana. Aku merasa ada yang memberitahuku bahwa sepatumu ada di sana,” []

Editor & Ilustrator: Fathzz


Photo Source by Google

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button