Opini

Pinjol Menjerat, Rakyat Melarat

Dalam memerangi riba tidak cukup sebatas dilakukan oleh individu-individu dan kelompok, melainkan butuh peran sentral negara dalam menghapus riba dengan segala bentuknya.


Oleh Yulia Hastuti, S.E., M.Si.
(Pegiat Literasi)

JURNALVIBES.COM – Fenomena pinjam uang atau berpiutang berbasis elektronik yang lebih dikenal dengan pinjaman online (pinjol) telah menjadi tren di masyarakat kekinian. Terlebih munculnya banyak kasus soal teror dan intimidasi pinjol ilegal alias tak berizin.

Namun, terdapat juga pinjol legal karena terdaftar dan berizin resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pinjol legal atau fintech peer to peer lending sebelum beroperasi perlu mendaftar dan mengurus izin terlebih dahulu sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh OJK. Aturan itu berlaku sejak 29 Desember 2019 yang tertuang di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. (cnnindonesia, 22/10/2021)

Bahkan OJK membuka kesempatan bagi perusahaan asing untuk membentuk joint venture bekerja sama dengan mitra lokal. Dengan syarat mematuhi semua regulasi tanpa terkecuali. Bagi asing, hal ini menjadi sasaran empuk karena Indonesia merupakan pasar besar yang memiliki potensi pasar luar biasa. Pertumbuhan ekonomi yang sangat baik, PDB bagus, dan terdapat pelaku UMKM yang sangat banyak. Namun, Satgas Waspada Investasi OJK menemukan banyaknya penyelanggara fintech asing ilegal dan 50% berasal dari tiga negara besar, yakni Cina, Amerika Serikat, dan Singapura.

Sementara itu dilansir dari laman finansial.bisnis, (15/10 2021) orang nomor wahid di negeri ini melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate akan melakukan moratorium atau menghentikan sementara penerbitan izin bagi penyelenggara sistem elektronik atas pinjol. Begitu juga arahan kepada OJK agar dilakukan moratorium penerbitan izin fintech atas pinjol yang baru. Hingga hari ini, Menkominfo menyebut pihaknya telah menutupi 4.874 akun pinjol. Selama periode 2021 sebanyak 1.856 akun pinjol telah ditutup yang tersebar di website, Google Play Store, Youtube, Facebook, Instagram, dan file sharing.

Menjamurnya pinjol tidak bisa dipungkiri seiring dengan perkembangan teknologi digital. Begitu masifnya pesan-pesan masuk ke nomor ponsel dengan iming-iming pinjaman dana online yang menjanjikan kemudahan.Terlebih di era pandemi, dipandang lebih efektif, cepat, dan mudah dibanding harus melalui proses secara langsung untuk melakukan transaksi utang piutang. Proses persyaratan yang ditawarkan perusahaan fintech melalui online, hanya bermodalkan foto dengan KTP, tanpa survei, tanpa agunan, dana pasti cair dengan bunga rendah dan dalam proses singkat, menjadi hal yang menggiurkan masyarakat untuk mengajukan pinjaman dana.

Padahal, besaran bunga yang ditetapkan perusahaan pinjol yang mengintai nasabah sangatlah besar. Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menetapkan bunga pinjaman online dari 0,8%/hari menjadi 0,4%/hari atau yang sebelumnya 24% per bulan menjadi 12% per bulan bagi pinjol legal yang terdaftar di OJK. Sedangkan pada pinjol ilegal, bunganya bisa mencapai 30% per bulan. Namun masyarakat masih belum menyadari risiko besar yang akan menjerat mereka yang berhubungan dengan pinjol legal maupun ilegal.

Lebih lagi polisi telah menemukan fakta baru dalam kasus pinjol yang diungkap beberapa waktu lalu. Ternyata dalam praktik ada kongkalikong antara pinjol ilegal dengan pinjol resmi yang terdaftar di OJK. “Pinjaman online ilegal ini adalah satu perusahan dengan pinjaman online legal tadi. Jadi pinjaman online legal hanya etalase depannya saja,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar, Auliansyah Lubis, dikutip dari Tempo, Jumat (22/10/2021). Beliau menambahkan bahwa pinjol resmi memakai pinjol ilegal untuk mendapatkan keuntungan lebih besar, afiliasi ini seperti aksi gurita.

Hal ini telah memperlihatkan sejatinya, sarana modern yang memberikan kemudahan untuk melakukan transaksi pinjaman online pada praktiknya menyisakan banyak problem di masyarakat. Pinjol legal maupun ilegal sebenarnya tetap mengandung transaksi ribawi di dalamnya. Seperti bunga pinjaman yang mencekik, ancaman fisik bagi peminjam yang tidak bisa bayar hutang, ancaman penyebar rahasia pribadi kepada publik melalui sosial media dan lain sebagainya.

Maka sudah seharusnya pemerintah juga menyasar pinjol legal untuk menutup perusahaannya, karena transaksi riba hakikatnya mengandung unsur kezaliman pada pihak lain. Seperti kasus dilaporkan tribunnews (15/10/21) yang dialami seorang ibu rumah tangga di Wonogiri, Jawa Tengah, yang mendapat ancaman teror hingga mengakhiri hidupnya karena terlilit utang di 25 aplikasi pinjaman online dengan total mencapai Rp51,3 Juta.

Mirisnya, praktik riba dibiarkan dan dilegalkan tumbuh mejamur oleh negara. Solusi yang ditawarkan hanya berupa himbauan dan hukuman yang tidak memberikan efek jera. Kasus pinjol menjadi bukti buruknya dampak transaksi ribawi. Tidak bisa ditampik bahwa dampak semakin meningkatknya kemiskinan menjadi pemicu pinjol dan lembaga keuangan ribawi tumbuh subur. Tingginya kelompok masyarakat kategori miskin dan rentan masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, dari pangan, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, dan lain-lain.

Begitu juga dengan tren gaya hidup konsumtif yang mempengaruhi kehidupan masyarakat kita. Gaya hidup yang menonjolkan kemewahan, kesenangan, dan berfoya-foya menghamburkan uang, dampak pengaruh dari perilaku sekuler-liberal. Demi menunjang kebutuhan hidup, mereka kerap terjebak utang, yang sering diistilahkan dengan gali lubang, tutup lubang. Sepatutnya negara tidak hanya meregulasi tetapi menghapus penyebab masyarakat terjerat pinjaman dana ribawi yang menggiurkan tersebut.

Telah jelaslah mengapa ajaran Islam melarang riba dalam bertransaksi. Dalam Islam saling tolong menolong adalah wajib hukumnya, sangat bertentangan dengan riba yang akan menyulitkan orang lain pada akhirnya. Allah melarang praktik riba sebagaimana termaktub dalam Q.S. al- Baqarah [2]: 275, yang artinya, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

Rasulullah juga melaknat pelaku riba. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang pelarangan riba, yaitu dari Jabir dia berkata, “Rasulullah Saw. melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba, dan saksi-saksi riba.” Dia berkata, “Mereka semua sama” (HR Abu Daud).

Mewujudkan masyarakat tanpa riba hanya dengan negera yang menerapkan syariat secara menyeluruh. Selama sistem ekonomi yang diterapkan negara masih menghalalkan riba, maka akan selalu ada peluang dan kesempatan orang berutang riba. Tidak ada jaminan rakyat tidak terjerat riba.

Dalam memerangi riba tidak cukup sebatas dilakukan individu-individu dan kelompok, melainkan butuh peran sentral negara dalam menghapus riba dengan segala bentuknya. Negara bertanggung jawab penuh dalam membangun kesadaran kolektif masyarakat akan keharaman riba dan bahaya yang akan ditimbulkan bagi kehidupan. Pintu akses menuju riba dapat ditutup rapat hanya dengan syariat.

Dalam daulah Islam yang menerapkan syariat kafah, apabila masyarakat membutuhkan dana untuk kegiatan produktif, akan ada baitul maal yang memiliki pos kepemilikan daulah untuk memberikan pinjaman tanpa riba. Bahkan bisa saja memberikan (iqtha’) dana tanpa menuntut pengembalian dari masyarakat. Bagi warga negara fakir miskin atau termasuk golongan mustahik zakat, akan mendapatkan dana zakat dan dipenuhi negara langsung untuk kebutuhan dana pendidikan, kesehatan, keamanan, dengan menyediakan sarana dan prasarana terbaik dan gratis.

Demikianlah, apabila syariat ditegakkan dalam naungan negara khilafah seperti yang telah dicontohkan Rasulullah, maka riba mustahil merajalela. Apalagi masyarakat tidak lagi butuh lembaga pinjaman online, meski itu legal. Terlebih lagi yang ilegal. Telah jelas Allah memerintahkan dengan amat keras supaya riba harus dilenyapkan di muka bumi. Barang siapa yang tidak berhenti dari riba itu seolah-olah menantang peperangan dengan Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam bishawwab. []

Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz


Photo Source by Google

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button