Opini

Di Balik Wacana Penundaan Pemilu, Untuk Kepentingan Siapa?

Sungguh, penerapan politik yang berpihak kepada rakyat hanya dapat dirasakan ketika Islam diterapkan secara kafah, yaitu dalam bingkai khilafah.


Oleh Fathimah A. S.
(Aktivis Dakwah Kampus)

JURNALVIBES.COM – Mendekati tahun-tahun pemilu, isu terkait pemilu mulai digandrungi. Terlebih lagi, pemilu mendatang terbilang berbeda dari biasanya, karena ini adalah pemilu pertama ketika kondisi ekonomi masih dalam proses pemulihan dari dampak pandemi. Di tengah kondisi ini, wacana penundaan Pemilu 2024 sedang ramai diperbincangkan publik. Isu ini mengudara pasca Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, mengusulkannya.

“Itu ide saya untuk bagaimana agar momentum pertumbuhan ekonomi yang membaik ini tidak terganggu oleh pemilu. Semua tergantung presiden dan pemimpin partai-partai,” ujarnya. Tak hanya Cak Imin, sejumlah petinggi partai politik lain, seperti PAN dan Golkar, juga menunjukkan sinyal kuat persetujuan atas usulan penundaan pemilu (suara.com, 28/02/2022).

Wacana ini mendapat kritik dari berbagai pihak. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengungkapkan, “Dari pernyataan ketua-ketua partai baik Golkar, PAN, PKB dalam menyampaikan upaya-upaya perpanjangan masa jabatan ini adalah terlalu nyaman di dalam lingkaran kekuasaan bagi partai-partai ini,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Tolak Penundaan Pemilu 2024 secara daring, Sabtu (26/2/2022). Ia menganggap bahwa sederet partai yang mendukung usulan tersebut lebih memilih mempertahankan kekuasaannya ketimbang harus menyesuaikan diri lagi pada pemimpin selanjutnya (suara.com, 26/02/2022).

Meski alasan yang dikemukakan adalah agar fokus perbaikan ekonomi, akan tetapi banyak pengamat menyorot bahwa wacana yang digulirkan oleh elite partai ini bukanlah mempertimbangkan kemaslahatan publik. Namun erat kaitannya dalam rangka menambah masa jabatan yang tentu saja akan menguntungkan mereka. Dengan adanya penundaan pemilu juga akan menambah waktu bagi partai untuk mempersiapkan diri agar mampu berkontestasi dalam kursi kekuasaan berikutnya. Ini dari segi petahana. Di sisi lain, pihak oposisi yang menolak wacana ini juga tak jauh berbeda, mereka tidak ingin kehilangan kesempatan meraih kursi di saat elektabilitas mereka sedang tinggi. Keduanya sama-sama ingin memperoleh kekuasaan.

Ini merupakan wajah asli sistem demokrasi yang cenderung mencetak para elite politik minim empati. Mereka lebih senang mengejar kemaslahatan pribadi dan kelompoknya. Bagi mereka, kekuasaan adalah kendaraan efektif untuk memboyong harta. Sehingga, mereka sibuk melakukan berbagai upaya untuk menjaga kekuasaannya agar tetap langgeng. Kemaslahatan rakyat yang seharusnya menjadi tujuan setiap aktivitas politis justru luput dari perhatian dan bukan prioritas perjuangan. Ini yang menyebabkan lahirnya berbagai kebijakan buruk yang cenderung tidak solutif dan tidak pro rakyat.

Jamak diketahui, rakyat hari ini hanya dibutuhkan saat proses pemilihan. Menjelang musim pemilu, para calon elite politik akan mulai merayu rakyat dengan berbagai janji. Akan tetapi pasca pemilu, suara rakyat diabaikan, bahkan kebijakan juga tak berpihak kepada rakyat.

Ini merupakan potret kelam yang melekat pada demokrasi. Sebab, kontestasi pemilu memakan biaya yang sangat fantastis, mau tak mau pejabat akan menggandeng tangan para pemodal agar dapat memenuhi biaya ini. Namun, dalam kapitalisme tak mengenal makan siang gratis. Sehingga ketika berkuasa, kursi yang hanya berjalan lima tahun ini menjadi politik balas budi kepada para pemodal. Sebagai akibatnya, rakyatlah yang terkena getah, kebijakan yang ada akan mengakomodasi kepentingan para pemodal dan cenderung tidak pro rakyat. Kantong kekayaan para elite politik akan semakin terisi, di sisi lain rakyat semakin tercekik.

Hal ini berbeda jauh dengan pandangan Islam. Dalam Islam, kekuasaan bukanlah jabatan gratis tanpa pertanggungjawaban. Dalam Musnad al-Bazzar (4/307) diriwayatkan dari Auf bin Malik Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “Jika kalian mau, aku akan menjelaskan kekuasaan (imarah) itu apa.” Lalu aku (Auf bin Malik Ra.) berdiri dan berkata dengan suara nyaring sebanyak tiga kali, “Apa itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Awalnya adalah celaan. Keduanya adalah penyesalan. Ketiganya adalah azab pada hari kiamat, kecuali orang yang adil, dan betapa sulitnya seseorang berlaku adil saat berkaitan dengan keluarga terdekatnya.”

Merujuk sabda Rasulullah Saw. tersebut, sudah sepantasnya pemegang kekuasaan sangat berhati-hati terhadap amanah yang ia pegang, sebab ada kaitannya dengan nasibnya di kehidupan abadi kelak. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah Saw. yang artinya, “Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam surga” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Tugas penguasa dalam Islam adalah mengatur urusan rakyatnya dengan syariat Islam. Penguasa bertanggung jawab memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada rakyat yang ia pimpin. Ia tidak akan menggadaikan kemaslahatan rakyat demi kepentingan pribadi. Sebab ia diangkat untuk mengurusi kepentingan rakyat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi (pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, perdagangan, pertanian, perindustrian, pengelolaan keuangan, serta pengelolaan kepemilikan umum dan negara), keamanan dalam negeri, hubungan luar negeri, sanksi (uqubat), jihad, sosial, dsb.

Selain itu, proses pemilihan penguasa dalam Islam juga tidak memakan banyak biaya dan bersifat murah. Tak akan ada politik balas jasa seperti yang terjadi hari ini, sehingga penguasa akan fokus dalam mengurusi kepentingan rakyat.

Sungguh, penerapan politik yang berpihak kepada rakyat hanya dapat dirasakan ketika Islam diterapkan secara kafah, yaitu dalam bingkai khilafah. Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita mulai mengkaji dan mendakwahkan Islam secara kafah yang mampu menyelesaikan permasalahan negeri ini secara solutif. Wallahu a’lam bishawwab. []

Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz


Photo Source by Google

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Back to top button