Bacaleg Bekas Napi Korupsi, Pantaskah?

Dalam Islam, siapapun yang ingin menjadi pemimpin, maka haruslah beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Ketakwaan adalah sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin atau penguasa. Dengan takwa mengantarkannya pada ketaatan pada syariat Islam secara total.
Oleh Heni Kusma
JURNALVIBES.COM – Polemik dibolehkannya napi korupsi menjadi Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) tentu bukanlah kali pertama. Sebab saat Pemilu 2019 pun pernah terjadi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan ada 15 mantan napi korupsi yang tergabung dalam Daftar Calon Sementara(DCS) bacaleg. Hal ini diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Agustus 2023 lalu. Mereka mencalonkan diri pada Pemilu 2024 di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka pun berasal dari partai politik yang berbeda (voaindonesia, 26/8/2023).
Dibolehkannya napi koruptor menjadi bacaleg tentu bukan tanpa sebab. Tentu masih teringat dalam ingatan kita saat menjelang pemilu 2019, KPU melarang keras mantan napi menjadi bacaleg pada Pemilu 2019. Namun akhirnya larangan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) karena dianggap bertentangan dengan UU Pemilu. Termasuk dianggap telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), mengatur hak untuk memilih dan dipilih. Seperti dalam pasal 43 ayat (1) UU HAM menyatakan yang intinya bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih. Artinya, siapapun yang menjadi bacaleg, maka orang tersebut memiliki hak untuk dipilih. Meskipun rekam jejaknya negatif.
Hal ini perlu menjadi bahan perbincangan saat ini. Pasalnya, membolehkan eks napi koruptor menjadi bacaleg seolah menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi rakyat Indonesia yang layak mengemban amanah. Padahal jumlah penduduk Indonesia sangat banyak. Ini di satu sisi. Adapun di sisi lain, mengisyaratkan bahwa para bacaleg pastinya memiliki modal yang cukup besar sehingga bisa menjadi bacaleg. Buktinya, untuk mendaftarkan diri menjadi bacaleg butuh modal yang banyak. Dari mulai mencalonkan diri, kemudian pemasangan iklan baik di media atau secara langsung hingga menjelang hari-H, maka disinilah peluang besar untuk mendapatkan suara rakyat dengan melakukan serangan fajar.
Selain itu, kebolehan eks napi korupsi menjadi bacaleg berarti membuka peluang bagi mereka untuk melakukan hal yang sama (korupsi). Apalagi didukung oleh sistem yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme demokrasi. Di dalamnya, aturan yang diterapkan adalah hasil buatan manusia yang notabene punya keterbatasan dan kekurangan.
Karena dibuat oleh manusia, maka aturan tersebut bisa diubah sesuai kehendak manusia. Misalnya terkait sanksi bagi yang melakukan kejahatan tidak pernah memberikan efek jera. Bagi yang bermodal, bisa bebas dari hukuman, sebaliknya yang tidak bermodal akan tetap dengan hukuman yang diputuskan. Hal inipun bukan lagi menjadi rahasia di kalangan masyarakat. Ditambah lagi, adanya sanksi hukum yang bisa diperjual belikan, akan bisa memutarbalikkan fakta. Pelaku bisa menjadi korban, sebaliknya korban bisa menjadi pelaku.
Inilah dampak diterapkannya sistem kapitalisme buatan manusia. Jauh berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Allah Sang Pencipta sekaligus Pengatur. Dalam Islam, siapapun yang ingin menjadi pemimpin, maka haruslah beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Ketakwaan adalah sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin atau penguasa. Dengan takwa mengantarkannya pada ketaatan pada syariat Islam secara total.
Pemimpin atau penguasa adalah wakil umat. Karena itu, di pundak mereka ada amanah besar yang harus dijalankan. Jangankan tidak dijalankan sepenuhnya amanah tersebut, sedikit saja tidak dijalankan, maka pertanggung jawaban di hadapan Allah jauh lebih berat.
Sebagaimana sabda Rasulullah:
“Tidaklah seorang manusia yang diamanati Allah Swt. untuk mengurus urusan rakyat lalu mati dalam keadaan dia menipu rakyatnya melainkan Allah mengharamkan surga bagi dia.” (HR Bukhari).
Demikian pula dengan sanksi kepada pelaku kejahatan. Pemberlakuan sanksi tersebut sangat tegas serta memberikan efek jera. Fungsi sistem sanksi tidak hanya mencegah rakyatnya melakukan hal sama. Akan tetapi juga penebus dosa-dosanya di akhirat. Akhirnya pelaku benar-benar bertobat dari tindak kejahatan. Demikianlah jika aturan Islam yang diterapkan oleh negara. Wallahu a’lam bishawab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fahmzz
Photo Source by canva.com
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com