Opini

Maraknya Kriminalitas Pemuda: Lensa Kegagalan Sistem Kapitalisme

Sistem Islam mendorong aktivitas amar makruf nahi mungkar dalam masyarakat, sehingga kemaksiatan dan kriminalitas dapat diminimalisir.


Oleh Cicih Yuningsih Irawan

JURNALVIBES.COM – Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena kriminalitas di kalangan pemuda semakin mengkhawatirkan. Berbagai laporan media dan penelitian menunjukkan peningkatan angka kejahatan yang melibatkan generasi muda, mulai dari pencurian hingga kekerasan dan tawuran. Mengutip dari halaman web rri.co.id (22/9/2024), Polsek Cidaun Cianjur melakukan tindakan tegas dalam menindaklanjuti laporan masyarakat terkait adanya kelompok geng motor yang diduga hendak melakukan tawuran hingga membuat resah warga setempat. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu (22/9/2024).

Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku tersebut. Salah satu perspektif yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sistem sekulerisme kapitalisme dapat berfungsi sebagai latar belakang yang memicu kriminalitas di kalangan pemuda.

Sekulerisme Kapitalisme, dengan fokusnya pada akumulasi kekayaan dan kompetisi serta memisahkan antara agama dengan kehidupan, sering kali menciptakan beberapa kondisi yang berbahaya, yaitu pertama, kesenjangan ekonomi. Sistem kapitalisme sering kali menciptakan kesenjangan yang lebar antara kaya dan miskin. Banyak pemuda yang terjebak dalam kemiskinan merasa tidak memiliki akses ke pendidikan yang baik atau peluang kerja yang layak. Dalam kondisi ini, mereka mungkin merasa terpaksa untuk terlibat dalam kejahatan sebagai cara untuk bertahan hidup atau mencapai impian yang tampaknya tidak terjangkau.

Kedua, krisis identitas dan keterasingan. Di tengah tekanan untuk mencapai kesuksesan material yang ditawarkan oleh kapitalisme, banyak pemuda merasa terasing. Ketidakmampuan untuk memenuhi standar masyarakat dapat menyebabkan frustrasi dan kegelisahan, yang pada gilirannya dapat mendorong mereka untuk mencari pengakuan dan identitas melalui cara-cara negatif, termasuk menjadi geng motor dan tawuran.

Ketiga, budaya konsumerisme. Kapitalisme mendorong budaya konsumsi yang berlebihan, di mana memiliki barang-barang material dianggap sebagai ukuran kesuksesan. Pemuda yang tidak mampu memenuhi ekspektasi ini akan merasa tertekan dan akibatnya dapat terjerumus ke dalam kejahatan untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan, misalnya dengan cara ancaman dan berujung tawuran.

Keempat, kurangnya pendidikan karakter dari keluarga dan sekolah. Alih-alih mendapatkan pendidikan karakter sejak dini dari keluarga dan sekolah. Para ibu disibukkan dengan menjadi tulang punggung keluarga demi menutupi kebutuhan keluarga, yang saat ini banyak terjadi. Berdasarkan Badan Pusat Statistika, data tahun 2023 sebanyak 35,75 % tenaga kerja formal diisi oleh perempuan. Apabila ini terus terjadi, maka anak-anak akan terus kekurangan perhatian yang menimbulkan efek mencari perhatian dalam bentuk lain, salah satunya dengan tawuran.

Kelima, faktor lingkungan. Lingkungan yang rawan kekerasan, baik di rumah maupun di masyarakat, dapat membentuk pola pikir yang menganggap tawuran sebagai cara penyelesaian masalah.

Dalam konteks ini, penting untuk menyadari bahwa kriminalitas di kalangan pemuda bukanlah masalah individual, tetapi cerminan dari sistem yang lebih besar. Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu mengevaluasi kembali struktur kapitalisme yang ada dan menciptakan solusi yang dapat mengatasi masalah dari akar dan menyeluruh.

Sistem sekulerisme kapitalisme yang menjadikan manusia hidup bebas berperilaku dan memisahkan agama dari kehidupan. Pemuda yang seharusnya menjadi arsitektur perubahan, kini untuk menyelesaikan masalah pribadinya saja harus dengan tawuran. Tawuran hanya menghambat potensi pemuda dan menciptakan konflik yang merugikan banyak pihak. Sebaliknya, jika pemuda fokus pada kolaborasi dan dialog, mereka bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif, bukan hanya masalah pribadi, melainkan masalah umat.

Berbeda dengan akidah Islam yang melahirkan sistem pendidikan yang mampu menghasilkan generasi emas. Sistem pendidikan yang menggunakan kurikulum Islam akan menjadi payung ilmu, sehingga ilmu-ilmu yang ada dapat dipastikan berlandaskan Islam. Para guru yang menjadi pemeran utama dunia pendidikan ditatar terlebih dahulu agar satu pemikiran, yakni melahirkan siswa generasi emas. Para ibu yang menjadi madarasatul ulaa fokus memberikan pendidikan karakter terhadap anak-anaknya sejak dalam kandungan hingga sang anak menikah, sesuai porsinya, tanpa disibukkan dengan bekerja. Ketika lingkup rumah dan sekolah memberikan lingkungan yang kondusif menumbuhsuburkan ketakwaan, maka lingkungan masyarakat pun akan kondusif. Namun hal ini tidak cukup jika penguatan akidah hanya dalam lingkup keluarga dan sekolah, tanpa pengondisian sistem pemerintahan Islam dalam naungan negara Islam. Negara Islam memiliki sistem pemerintahan yang akan membangun sistem yang menguatkan fungsi keluarga dan pendidikan dengan menerapkan aturan yang menjamin kesejahteraan dengan didukung sistem-sistem yang lahir dari berasaskan akidah Islam yang menguatkan fungsi kontrol masyarakat. Sistem Islam mendorong aktivitas amar makruf nahi mungkar dalam masyarakat, sehingga kemaksiatan dan kriminalitas dapat diminimalisir. Dengan mengedepankan nilai-nilai kontrol sosial, Islam menciptakan lingkungan di mana masyarakat berperan aktif dalam mendidik generasi muda. Ini semua berkontribusi pada pembentukan pemuda yang patuh pada syariat dan mampu memberikan dampak positif bagi umat. Wallahu a’lam bishawab. []

Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fahmzz


Photo Source by canva.com

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button