Krisis Energi Global, Menguntungkan Bagi Indonesia?

Ada perbedaan mendasar dalam pengelolaan energi antara sistem kapitalis dan sistem Islam. Dalam sistem kapitalis, sumber daya energi boleh dimiliki secara pribadi/private sector, sementara dalam Islam sumber daya energi adalah kebutuhan publik sehingga haram diprivatisasi.
Oleh Ummu Salman
(Pegiat Literasi)
JURNALVIBES.COM – Krisis energi mulai dihadapi sejumlah negara besar lantaran meningkatnya kebutuhan energi dalam masa pemulihan ekonomi dan kegiatan produksi. Sejumlah negara di kawasan Eropa, Cina, hingga India mulai menghadapi ancaman tersebut. Ini ditandai dengan meroketnya harga gas dan batu bara, diikuti oleh kenaikan harga minyak.(sindonews.com, 10/10/2021)
Krisis energi yang terjadi pada berbagai negara industri dianggap peluang bagi Indonesia yang kaya akan SDA energi seperti nikel, batu bara, dan sawit. Peluang tersebut adalah menikmati keuntungan mahalnya bahan baku energi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Indonesia, Bapak Jokowi, “Saya kira daerah yang miliki sawit, batu bara, senang semuanya, atau yang miliki nikel, tembaga, semua senang, karena ekonomi daerah penghasil komoditas itu pasti akan merangkak naik, Insya Allah merangkak naik,” katanya. (Lokezone.com, 24/10/2021)
Disebutkan beberapa hal sebagai penyebab dari krisis energi, di antaranya dinamika supply dan demand, perfect storm, yakni kondisi musim panas dan musim dingin yang parah. Kemudian keterbatasan pasokan dari Rusia sebagai salah satu pemasok utama bagi Eropa. Aturan emisi CO2 yang semakin ketat juga menyebabkan harga karbon sangat tinggi sehingga berdampak langsung pada harga komoditas energi fosil, khususnya batu bara. Kondisi ini juga diperparah dengan investasi infrastruktur penyimpanan (storage) gas yang terkendala dan terkendalanya produksi hydro dan wind-power.
Padahal semestinya perlu disadari, terjadinya krisis energi ini akibat kerakusan negara industri yang berorientasi keuntungan sebesar-besarnya tanpa peduli dampak lingkungan dari industrinya. Liberalisasi energi telah menimbulkan efek berkepanjangan, yaitu rusaknya lingkungan dan iklim. Di samping itu liberalisasi juga berakibat pada tingginya harga energi yang terancam habis dan tidak menyisakan kecuali sedikit bagi generasi masa depan.
Maka selama pengelolaan energi orientasinya profit dan negara produsen tidak merubah cara mengelola industrinya, akan makin parah kerusakan lingkungan dan iklim. Dampak kerusakan dan eksploitasi ini akan merembet ke seluruh dunia dan harus ditanggung oleh semua negara.
Semestinya Indonesia tidak melihat kondisi ini sebagai peluang keuntungan, tetapi Indonesia harus menyiapkan diri atas dampak kerusakan iklim. Kebijakan global atas masalah ini yang bersandar pada ‘pembagian kuota’ emisi karbon nyatanya tidak bisa menyelesaikan masalah. Watak rakus dalam eksploitasi energi oleh negara industri tetap berlangsung.
Tata Kelola Energi dalam Islam
Perlu ada perubahan tata kelola energi agar pengelolaan tersebut di samping bermanfaat bagi manusia, juga membawa keberkahan bagi alam. Sebuah tata kelola yang ideal yang syar’i. Tata kelola tersebut adalah dengan sistem Islam melalui khilafah.
Ada perbedaan mendasar dalam pengelolaan energi antara sistem kapitalis dan sistem Islam. Dalam sistem kapitalis, sumber daya energi boleh dimiliki secara pribadi/private sector, sementara dalam Islam, sumber daya energi adalah kebutuhan publik sehingga haram diprivatisasi.
Rasulullah saw. bersabda: ” Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, api dan padang rumput ” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Jika masyarakat harus membayar biaya energi mereka cukup membayar sebesar biaya produksinya yaitu biaya saat energi tersebut diproduksi dari bahan mentah menjadi energi yang bisa dimanfaatkan, biaya transportasi, serta biaya penelitian dan pengembangan.
Atau jika negara hendak mengambil keuntungan dari energi, hal ini diperbolehkan selama tidak memberatkan masyarakat. Dengan catatan keuntungan tersebut akan kembali lagi kepada masyarakat dalam bentuk lain yang bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan mereka.
Kemudian negara akan menghilangkan berbagai aspek kapitalis penyebab harga produk energi final menjadi mahal seperti riba dan pinjaman luar negeri.
Untuk menjaga lingkungan, khilafah akan melakukan monitoring pemakaian pembakaran energi fosil agar dampak pada lingkungan dapat dipulihkan oleh alam sendiri, serta mengembangkan teknologi untuk mengonversi penggunaan energi fosil menjadi energi bersih yang dapat dimanfaatkan untuk listrik dan BBM. Untuk listrik, energi fosil bisa digantikan dengan energi nuklir, hydro, panas bumi, dan surya. Wallahu a’lam bishawwab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz
Photo Source by Google
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com