Harga Tes PCR Turun atau Gratis?

Sistem Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok setiap warga negara yang harus dipenuhi. Negara akan mengalokasikan dana untuk pelayanan kesehatan secara maksimal kepada rakyat, mulai dari sarana, prasarana, tenaga medis yang ahli, laboratorium kesehatan, hingga penelitian-penelitian di bidang kesehatan.
Oleh Opa Anggraena
JURNALVIBES.COM – Baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan aturan baru mengenai tarif tes antigen di Kementerian Kesehatan. Beleid anyar tersebut berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 104/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Layanan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sri Mulyani menetapkan uji validitas rapid diagnostic test antigen yang dilaksanakan oleh laboratorium di lingkup Kementerian Kesehatan dikenakan tarif Rp694.000. Selanjutnya, tarif atas jenis PNBP dalam uji validitas rapid diagnostic test antigen ditetapkan nol persen atau nol rupiah. (merdeka.com, 13/08/2021)
Bapak Presiden pun memberi keterangan bahwasanya beliau sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, “Saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran antara Rp450.000 sampai Rp550.000,” ujarnya dalam keterangannya melalui kanal YouTube Setpres. Selain itu beliau meminta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1×24 jam.
Dalam menangani Covid-19, memperbanyak testing atau pemeriksaan adalah salah satu caranya. Salah satu cara untuk memperbanyak testing, menurutnya, adalah menurunkan harga tes PCR. (Detiknews.com, 15/82021)
Jangan Bernegosiasi untuk Me-riayah Umat
Akhirnya pemerintah berencana untuk menurunkan harga biaya tes PCR dan antigen mandiri setelah banyaknya ktirik dari masyarakat karena mahalnya biaya tes tersebut. Namun, tetap saja negara masih mengevaluasi lembaga-lembaga penyelenggara tes agar tetap memberi pemasukan bagi negara.
Mengapa negara seolah masih saja bernegosiasi dan memikirkan untung rugi? Masih saja bertransaksi padahal penurunan biaya tes ini untuk kepentingan masyarakatnya sendiri? Masih saja melakukan transaksi dan melakukan perhitungan ekonomi dengan rakyat sendiri. Ke mana tanggung jawab negara yang harusnya me-riayah umat menjadi yang terdepan saat situasi pandemi seperti ini?
Di masa pandemi seperti ini testing, tracing, dan treatment (3T) adalah upaya penting memutus rantai penyebaran virus Corona. Seharusnya negara bertanggung jawab penuh atas upaya ini. Kalau berbayar apalagi sangat mahal dalam situasi yang sangat sulit seperti sekarang, mana mungkin semua rakyat mampu menjalankannya? Untuk menghidupi diri dan keluarganya saja susah.
Di sinilah seharusnya peran negara dilakukan. Negara bertanggung jawab penuh untuk me-riayah umat tanpa tapi, tanpa nanti apalagi hanya demi meraup materi. Namun faktanya, negara masih saja memikirkan untung rugi dengan rakyatnya sendiri. Mengeluarkan kebijakan bahwa rakyat harus memenuhi kebutuhannya sendiri, di tengah aturan yang tidak memihak rakyat kecil.
Beginilah sistem buruk yang dianut negara ini. Ekonomi selalu menjadi prioritas dalam segala hal. Banyak yang akhirnya meninggal karena ketidakseriusan penanganan juga fasilitas kesehatan yang tak memadai. Pasien Covid-19 pun membludak dan bergejala dalam waktu bersamaan. Belum lagi banyak juga korban wafat akibat Covid-19 yang tengah isoman, ini semakin membuktikan gagalnya sistem kapitalisme dalam pengadaan fasilitas kesehatan terlebih gagalnya menangani wabah.
Penanganan Pandemi dan Pengadaan Fasilitas Kesehatan Layak
dalam Konsep Islam
Negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah akan memberikan pelayanan tes secara gratis kepada rakyat karena itu bagian dari kewajiban pe-riayah-an (pengurusan) negara atas rakyatnya. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “Imam (khalifah) adalah pengurus, ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Muslim)
Dalam konsep Islam, negara akan memberikan penanganan yang cepat dan tepat sejak awal virus mulai masuk ke dalam negara. Pemerintah akan segera melakukan pencegahan penularan dengan memisahkan yang sakit dari yang sehat melalui kebijakan karantina wilayah (lockdown). Kemudian melakukan tindakan 3T secara masif dan cepat.
Begitupun penyediaan alat kesehatan dan fasilitas kesehatan, Islam akan menyediakannya dan memfasilitasi secara gratis. Pada masa kepemimpinan Rasulullah Saw. disediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Nabi Saw. pernah mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum untuk masyarakat dan melayani secara gratis.
Sistem Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok setiap warga negara yang harus dipenuhi. Negara akan mengalokasikan dana untuk pelayanan kesehatan secara maksimal kepada rakyat, mulai dari sarana, prasarana, tenaga medis yang ahli, laboratorium kesehatan, hingga penelitian-penelitian di bidang kesehatan. Dengan rakyat yang sehat, kemajuan dan pengembangan di bidang lain akan bisa berjalan lancar. Jika manusianya sehat, negaranya pun akan kuat.
Masihkah kita berharap pada sistem kapitalisme saat ini? Sudah sangat pantas sistem kapitalisme yang rusak ini diganti dengan sistem Islam yang membawa kemaslahatan dan keberkahan bagi seluruh umat. Wallahu a’lam bishawwab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz
Photo Source by Google
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com