Opini

Paradoks PTM di Tengah Minimnya Kesiapan

Sangat berbeda dengan kebijakan khalifah di masa kekhilafahan Islam, di mana prinsip negara adalah ri’ayah syu’unil ummah (mengurusi urusan ummat). Dengan prinsip ini menjadikan penguasa bertugas sebagai pelayan rakyat. Tujuan kekuasaan ialah untuk memastikan kondisi masyarakat dipenuhi dengan ketenangan dalam menjalani kehidupan dalam pemenuhan kebutuhan dasar serta menjalankan ibadah kepada Allah Swt.


Oleh Muflihana, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)

JURNALVIBES.COM – PTM (pembelajaran tatap muka) yang sangat dinanti oleh jutaan pelajar di Indonesia kini mulai terealisasi. PTM di sekolah akan diterapkan setiap hari di DKI Jakarta mulai 13 September mendatang. Sejauh ini, PTM masih berlaku selang-seling, yakni Senin, Rabu, dan Jumat. (cnnindonesia, 0p2/9/2021)

610 sekolah telah diperbolehkan untuk memulai tatap muka di sekolah masing-masing. Sedangkan sekolah lainnya akan dibuka secara bertahap. Hal tersebut dikarenakan banyak sekolah yang belum memenuhi syarat PTM. Sebagaimana yang terjadi di Banten, Bogor, dan Tangerang. Wilayah tersebut merupakan wilayah yang telah mendapatkan izin oleh Kemendikbud untuk memulai PTM, namun hanya 40% sekolah yang dinyatakan siap oleh Dinas Pendidikan di daerah tersebut.

Kesiapan setiap sekolah akan ditentukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bersama Dinas Kesehatan Tangerang Selatan berdasarkan pemenuhan kriteria yang ditetapkan, antara lain, harus dibentuk Satgas Covid-19 di tingkat sekolah.

“Perangkat kesehatan harus lengkap seperti thermo gun, tempat cuci tangan, tisu, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan protokol kesehatan,” ujar Benyamin dalam keterangannya, Senin (30/8/2011). Sementara itu, mayoritas sekolah di Tangerang Selatan belum dapat dinyatakan siap melaksanakan PTM secara terbatas. Bahkan, masih ada sekolah yang belum mengisi Dapodik (kompas.com, 31/08/2021).

Inilah kondisi paradoks yang diperlihatkan negeri ini. Penurunan level PPKM seakan menjadi standardisasi membebaskan sekolah untuk membuka kembali sekolah. Namun, berbeda kondisi dengan kesiapan sekolah. Pembolehan pembukaan sekolah tidak dibarengi dengan memastikan kondisi kesiapan sekolah itu sendiri.

Bahkan saat ini terkesan pemerintah melepaskan begitu saja kepada pihak sekolah dalam mempersiapkan sarana dan prasarana protokol kesehatan. Seakan-akan bukan tanggung jawab pemerintah dalam memastikan tiap sekolah dalam melengkapi sarana dan prasarana prokes. Bahkan standardisasi yang diajukan pemerintah hanya dengan pencapaian vaksinasi di angka 70%.

Dengan kata lain pemerintah hanya bersandar pada vaksinasi saja. Di mana epidemiolog telah menyampaikan bahwa vaksinasi tidak bisa menjamin berhentinya proses persebaran virus. Oleh karenanya, dapat dipastikan bahwa kesiapan PTM sekolah di tengah pandemi sangat jauh dari kata siap.

Nyatanya memastikan putusnya persebaran virus hanya bisa direalisasikan dengan memastikan prasarana prokes lengkap di sekolah. Dari handsanitizer, pengecek suhu, kelengkapan masker, serta kondisi kelas yang berjarak dan pengurangan jumlah siswa dalam satu kelas. Notabene penyiapan tersebut membutuhkan banyak dana dan upaya dari pemerintah untuk memastikan tiap sekolah siap menyambut PTM.

Maka dapat kita katakan bahwa kenyataan ini menunjukkan dengan jelas kondisi negara kita. Negara dengan kelemahannya dalam memastikan kesehatan masyarakat tetap terjaga. Negara minim kepekaan dalam mengurusi rakyat dan memberikan jaminan penjagaan atas kesehatan masyarakat.

Hal ini telah nampak semakin jelas saat awal pandemi melanda. Di mana negara sangat kebingungan dalam menerapkan kebijakan. Bahkan seringkali penguasa masih memikirkan untung rugi dalam memutuskan kebijakan.

Inilah wujud negara dengan standardisasi kapitalistik. Prinsip negara jauh dari memastikan kesejahteraan bagi setiap individu rakyatnya, melainkan berprinsip mementingkan diri dan kelompoknya belaka. Sehingga mengharapkan jaminan kesehatan kepada negara yang bernapaskan ideologi kapitalis merupakan hal mustahil.

Sangat berbeda dengan kebijakan khalifah di masa kekhilafahan Islam. Di mana prinsip negara adalah ri’ayah syu’unil ummah (mengurusi urusan ummat). Dengan prinsip ini menjadikan penguasa bertugas sebagai pelayan rakyat. Tujuan kekuasaan ialah untuk memastikan kondisi masyarakat dipenuhi dengan ketenangan dalam menjalani kehidupan dalam pemenuhan kebutuhan dasar serta menjalankan ibadah kepada Allah Swt.

Prinsip negara seperti ini hanya akan kita temui saat negara ini mengubah haluannya dalam menetapkan dasar negara. Saat Islam yang menjadi dasar negara maka keberkahan akan hadir dari segala penjuru. Wallahu a’lam bishawwab. []

Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz


Photo Source by Google

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Back to top button