Ironi Hari Anak Dunia, di Tengah Luka Anak-anak Palestina
Hanya Islam yang dapat menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, keamanan, pendidikan, penjagaan nasab, dan lain-lain. Ini bisa diwujudkan ketika negara menerapkan syariat Islam secara kafah yang memperkuat fungsi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara.
Oleh Astuti Rahayu Putri
JURNALVIBES.COM – November menjadi bulan yang krusial bagi anak-anak di seluruh dunia. Bagaimana tidak, setiap tanggal 20 akan diperingati hari anak sedunia. Dalam satu hari penuh hak-hak anak akan begitu keras digaungkan. Baik itu hak pendidikan, makanan, kesehatan, perlindungan, dan lainnya. Semua perhatian dunia akan tertuju pada bagaimana kesejahteraan anak-anak dapat terpenuhi.
Namun, saat anak- anak di seluruh dunia merasakan perhatian yang begitu mendalam. Nyatanya, itu tidak berlaku bagi anak-anak di Palestina. Jangankan, berbicara sederet hak yang akan dipenuhi. Hak yang paling mendasar saja, yaitu hak untuk hidup mereka sudah tereliminasi untuk mendapatkannya.
Berdasarkan laporan dari kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights/OHCHR) pada Jumat (8/11) mengonfirmasi bahwa hingga 2 September 2024, pihaknya telah memverifikasi identitas 8.119 warga Palestina yang tewas di Gaza. Dari jumlah tersebut, 2.036 adalah perempuan dan 3.588 adalah anak-anak, yang artinya secara keseluruhan mencakup sekitar 70 persen dari total korban jiwa.(antaranews.com, 9-11-2024).
Lebih dari setengah jumlah korban kekejaman Zionis Yahudi terhadap Palestina ternyata adalah anak-anak dan wanita. Sungguh kekejaman yang sangat luar biasa. Ironisnya, dunia seakan begitu peduli pada nasib anak-anak dengan rutin melaksanakan peringatan hari anak. Tapi tak melihat nasib tragis yang menimpa anak-anak di Palestina. Lalu, bagaimana agar anak-anak Palestina juga mendapatkan hak yang sama?
Sejatinya kekejaman serta penindasan yang dirasakan rakyat Palestina sudah berlangsung sejak lama. Bermula dari Keputusan PBB untuk membagi Palestina pada tahun 1947 menjadi negara Yahudi dan negara Arab yang terpisah. Membuat Israel semakin semena-mena mencaplok wilayah Palestina hingga seperti sekarang ini. Tak ada tempat yang aman lagi bagi rakyat Palestina.
Lalu, di mana umat Muslim lainnya? Bukankah umat Muslim bagaikan satu tubuh? Jika memang begitu, ketika salah satu anggota tubuh tersakiti. Maka tubuh yang lain seharusnya membela. Tapi mengapa Palestina telah tersakiti kian lama, umat Muslimnya seakan diam saja?
Ini semestinya menjadi tamparan bagi kita, umat Muslim dunia. Bahwa tidur kita sudah begitu nyenyak sehingga tak menghiraukan kebisingan di luar sana. Jeritan anak-anak Palestina hanya menjadi informasi yang diterima oleh indera. Kemudian menimbulkan rasa sedih dan iba. Namun tak berhasil membangunkan umat untuk bangkit melawan penjajahan terhadap rakyat Palestina.
Lihatlah bagaimana keselamatan anak-anak Palestina telah tergadaikan. Karena kalah penting dengan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak dengan nasionalisme. Atas dasar nasionalisme inilah yang sebenarnya malah membungkam rasa persatuan antar umat. Bagaimana tidak, hari ini negara seakan terkotak-kotak. Ketika terjadi masalah dalam suatu negara, maka itu menjadi urusan negara tersebut. Hasilnya, Palestina dibiarkan sendiri melawan kekejaman penjajah. Ditambah lagi, kepentingan ekonomi negara dan jabatan jauh lebih menjadi prioritas. Dibandingkan nasib anak-anak di berbagai wilayah konflik lainnya.
Kita tentu tidak heran jika semua itu terjadi, karena sistem kehidupan kini menganut paham kapitalisme dan sekularisme. Dalam kapitalisme hidup dijalankan dengan prinsip bahwa kepentingan kapital (pemilik modal) diatas segala-galanya, yang artinya sama saja hidup akan mengutamakan materi atau untung rugi. Sedangkan sekularisme akan memuluskan jalan kapitalisme dengan menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan.
Oleh karena itu, penerapan sistem saat ini sebenarnya memiliki kontribusi yang signifikan dalam kemunduran umat Islam. Bahkan merupakan akar masalah dari segala problematika umat. Maka, sejatinya perbaikan kondisi umat Islam saat ini, sebaiknya diraih dengan perbaikan sistem kehidupan.
Kekacauan umat Islam saat ini disebabkan oleh penerapan sistem yang merusak. Maka sudah sepatutnya kita berbenah dengan sistem yang berkah, yaitu penerapan Islam secara kafah (menyeluruh). Saat Islam secara kafah diterapkan, maka seluruh aspek kehidupan baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, hukum, budaya, maupun politik akan diatur menggunakan syariat islam.
Di dalam Al-Qur’an pun dijelaskan tentang penerapan syariat islam:
ثُمَّ جَعَلْنٰكَ عَلٰى شَرِيْعَةٍ مِّنَ الْاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui” (QS Al- Jasiyah ayat 18).
Dalam Islam, semua anak dipandang sebagai calon generasi masa datang yang harus dijaga keselamatannya dan kesejahteraannya, juga hak-hak lainnya. Pemenuhannya merupakan kewajiban seorang pemimpin negara Islam (khalifah).
Khalifah akan menjalankan kewajibannya tersebut tanpa pandang bulu, semua anak dibawah naungan negara islam akan mendapatkan kesejahteraan dan hak yang sama. Hal ini bisa diwujudkan karena dalam islam, konsep kepemimpinan menggunakan prinsip bahwa pemimpin memiliki fungsi sebagai raa’in (pengurus/penggembala) sekaligus junnah (pelindung) bagi umat.
Khalifah akan sungguh-sungguh melaksanakan kedua fungsi tersebut karena kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt.
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Maka, hanya Islam yang dapat menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, keamanan, pendidikan, penjagaan nasab, dan lain-lain. Ini bisa diwujudkan ketika negara menerapkan syariat Islam secara kafah yang memperkuat fungsi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara. Selain itu, melalui sistem ekonomi Islam negara akan memiliki ekonomi yang kuat sehingga punya sumber daya yang besar untuk menjamin kesejahteraan dan keselamatan anak. Wallahu a’lam bishawab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fahmzz
Photo Source by telegram.com
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com