Ketika Junnah Hilang, Agama Diserang

Dalam Islam agama adalah sesuatu yang wajib dijaga kemurniannya, dimuliakan dan dilindungi kehormatannya. Kekuasaan yang dijalankan oleh khalifah dalam sistem Islam (khilafah) tidak akan membiarkan kasus penghinaan ajaran agama tumbuh subur.
Oleh Sarah Ainun
JURNALVIBES.COM – Ideologi merupakan pemikiran mendasar yang memancarkan seperangkat sistem aturan dalam berbagai aspek kehidupan dari-Nya. Di dunia ada tiga ideologi besar yang menjadi dasar kepemimpinan dalam sistem bernegara, yaitu ideologi sekuler kapitalisme, sosialisme (komunisme). Kedua ideologi ini menciptakan aturan (hukum) yang bersumber dari kecerdasan akal manusia. Sementara ideologi Islam, aturannya bersumber dari wahyu yang diturunkan Allah Swt. berupa syariat Islam.
Negara yang mengadopsi ideologi yang bersumber dari buah pikir atau kecerdasan akal manusia ini, tentu saja aturan (hukum) yang dihasilkan oleh-Nya, akan diterapkan di dalam berbagai sistem kehidupan. Ketika aturan yang dibuat berorientasi pada visi hidup yang sifatnya hanya sebatas kehidupan dunia (mengejar materi). Maka, pemikiran dan aturan yang dibuat akan terlepas dari keterikatanya pada aturan Sang Pencipta yang sesungguhnya Allah Swt, karena cenderung hanya untuk memenuhi ambisi-ambisi dan sarat dengan adanya politik kepentingan kelompok manusia tertentu.
Sementara negara yang tunduk pada ideologi yang bersumber dari wahyu Sang Pencipta alam semesta dan kehidupan ini, akan tunduk dan patuh dengan aturan (syariat) yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Tidak ada satu kepentingan manusia pun yang masuk dalam syariat yang menuntun pemikiran dan perbuatanya.
Keterikatanya untuk tunduk pada syarat tidak sebatas karena menjalankan visi hidup di dunia dalam rangka meraih kebahagiaan, namun juga untuk mewujudkan apa yang didambakan setiap orang yaitu kebahagian hidup kekal di akhirat dalam surga-Nya.
Ideologi yang memancarkan seperangkat sistem aturan ini, sunnatullah-nya membutuhkan sebuah institusi negara (kekuasaan) untuk menerapkan aturannya. Mengutip apa yang disampaikan oleh Imam Al Ghazali Ra. dalam kitabnya Al Iqtishadu fil I’tiqad, “Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin”.
Beranjak dari apa yang disampaikan oleh Imam Al Ghazali di atas, kita bisa menggambarkan dua hal, yaitu apa yang menyebabkan umat menjadi bangkit dan menjadi umat terbaik memimpin dunia, seperti dijanjikan Allah Swt. dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110. Atau sebaliknya, apa yang menyebabkan umat menjadi lemah dan hancur.
Gambaran kondisi umat Islam di belahan dunia manapun saat ini sedang mengalami kemunduran dan berada pada titik nadir terlemah yang menyedihkan, tertindas, terinjak-injak bahkan terjajah. Seperti apa yang terjadi pada saudara-saudara muslim kita yang ada di India, Suriah, Palestina, etnis Uyghur di Xinjiang Cina, Rohingya di Myanmar, dan negara Muslim lainnya yang dibunuhi hanya karena keyakinan mereka kepada Islam. Begitu juga dengan sumber kekayaan alam yang ada di negeri-negeri muslim terus menerus dijarah/dirampok oleh para imperialis.
Tidak terkecuali dengan apa yang terjadi di negara mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia seperti Indonesia. Agama menjadi ancaman bagi ideologi sekuler kapitalis yang diemban negara, akibatnya serangan tidak hanya menyasar pada penganutnya seperti adanya kriminalisasi ulama yang menyampaikan ajaran agama, lebel kelompok radikal dan ekstremis, intoleran, pemecah belah bangsa, bahkan sampai label teroris disematkan pada individu maupun kelompok Islam yang menyuarakan ditegakkanya syariat Islam sebagai landasan hukum negara.
Pun, Alah Swt. dinistakan, pembawa risalahnya Nabi Besar Muhammad Saw. dihina dan dilecehkan, Al-Qur’an dan ajarannya (syariat) pun dipersekusi dan dikriminalisasi. Bahkan simbol dan syiar agama pun sering dijadikan bahan ejekan dan olok-olokan. Sejak berpuluh-puluh tahun azan yang dikumandangkan dengan speaker tidak pernah dipermasalahkan oleh masyarakat muslim maupun nonmuslim, karena azan merupakan syiar Islam untuk memanggil umat Islam guna melaksanakan salat wajib lima waktu.
Namun, beberapa media asing seperti AFP dan media lokal Prancis RFI menyoroti suara azan di DKI Jakarta yang dianggap berisik, media asing ini melaporkan keluhan soal pengeras suara yang bising semakin meningkat di media sosial (poskota.co.id, 15/10/2021). Kasus pengeras suara di masjid pun sudah berulang kali terjadi. Ini menunjukan tidak adanya perlindungan negara terhadap ajaran agama. Mengapa media asing sangat terusik dengan syiar ajaran agama di negeri dengan mayoritas Muslim ini?
Tidak heran jika kita kembalikan kepada track record (rekam jejak) negara Prancis yang kerap sekali menyerang ajaran Islam, Nabi Saw. serta simbol dan syiar Islam. Terekam dan menjadi catatan sejarah pada masa Khalifah Abdul Hamid II (1878-1918), saat merespon pelecehan terhadap Rasulullah Saw. Saat itu beliau memanggil duta besar Prancis, meminta penjelasan atas niat Prancis yang akan menggelar drama teater karya Voltaire yang melecehkan Nabi Saw. Beliau berkata pada duta besar Prancis, “Akulah khalifah umat Islam, Abdul Hamid, aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!” (Abdul Hamid II).
Setelah gagal melakukan pementasan di Prancis, Inggris berniat melakukan pementasan yang sama, sekali lagi Khalifah Abdul Hamid II memerintahkan Inggris untuk membatalkan pementasan drama teater tersebut. Inggris menolak dengan dalih bertentangan dengan prinsip kebebasan. Khilafah Abdul Hamid memberi perintah, “Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengumumkan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasulullah Kami. Saya akan kobarkan jihad al akbar (jihad besar)” (Abdul Hamid II).
Ketegasan sikap khalifah Abdul Hamid II membuat Prancis dan Inggris takut dan mengurungkan niatnya mengadakan pertunjukan drama teater yang melecehkan Nabi Saw. tersebut, dan serta merta melupakan keinginanya mengamalkan “kebebasan berpendapat”. Kekuatan institusi politik yang sangat besar dan kuat saat itu mampu menjadi perisai bagi umat Islam yang berdiri di belakang khalifah, dari kekuatan politik di luar Islam yang berniat melecehkan ajaran Islam dan Nabi Saw. Karena umat Islam bersatu dan bernaung di bawah sebuah institusi politik dunia yaitu khilafah yang menjadikan umat Islam menjadi kuat, berwibawa, dihormati, dan disegani.
Namun setelah runtuhnya sistem khilafah pada 1924, negara penyembah kebebasan (liberalisme), Prancis, melalui media-media sekuler yang berhaluan paham liberal secara terang-terangan terus menerus dan berulang kali menyerang ajaran Islam dan melecehkan Nabi Saw. dengan membuat karikatur-karikatur yang menghina dan melecehkan Nabi Muhammad Saw.
Sementara itu, di saat yang sama di negeri minoritas Muslim, penguasanya kerap bersikap keras. Al-Qur’an pun tidak boleh diakses dan perangkat teknologi dibatasi. Dikutip dari suara.com, (16/10/2021). Aplikasi Qur’an paling populer di dunia, dihapus dari App Store di Cina atas permintaan pejabat setempat, karena dianggap menampung “teks-teks keagamaan ilegal”.
Negara dengan ideologi komunis yang tidak mengakui keberadaan tuhan ini, tentu saja tidak akan membuka ruang kebebasan bagi pemeluk agama untuk menjalankan seluruh ajaran agamanya, terlebih agama Islam yang mengakui keberadaan Sang Pencipta Allah Swt. dengan seperangakat aturan yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam kondisi seperti ini, umat Islam hanya bisa mengecam karena tidak terima ajaran agamanya dilecehkan tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan berulangnya kejadian yang sama. Negara dan para tokoh pemuka agama hanya bisa mendorong/menggertak pelaku pelecehan untuk meminta maaf, maka masalah pun dianggap selesai.
Sampai kapan ajaran Islam ini akan dilecehkan? Keadaan di atas sebenarnya bersumber dari tidak dijadikannya lagi syariat Islam sebagai asas/landasan untuk mengatur kehidupan. Tidak menjadikan ajaran agama sebagai arah orientasi kehidupan manusia, sehingga umat Islam mulai jauh dan meninggalkan ajaran Islam. Umat Islam menyerahkan negara kepada penguasa yang lebih memilih diurus dan diatur oleh sistem demokrasi yang lahir dari ideologi sekuler kapitalis.
Ideologi ini juga melahirkan paham liberalisme, di mana ajarannya menjunjung tinggi kebebasan berpendapat tanpa ada rambu-rambu atau batasan yang membatasinya, dan bertentangan dengan ajaran Islam. Maka, peringatan Allah Swt. pun menimpa umat saat ini, “Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka kehidupan menjadi sempit”.
Pun hilangnya khalifah (penjaga/pemimpin tunggal umat Islam dunia) sebagai junnah (perisai) di tengah-tengah masyarakat Islam dunia, menjadikan umat dan agama kehilangan penjaganya.
Seperti sabda Rasulullah Saw. yang artinya, “Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya“ (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).
Imam Al Nawawi mengatakan bahwa ‘Al Imam’ bagaikan pelindung, dia akan mencegah musuh-musuh menyerang, dan menjaga manusia yang satu tidak akan menghancurkan manusia yang lain, serta kemurnian Islam akan dijaga.
Dalam Islam agama adalah sesuatu yang wajib dijaga kemurniannya, dimuliakan, dan dilindungi kehormatannya. Kekuasaan yang dijalankan oleh khalifah dalam sistem Islam (khilafah) tidak akan membiarkan kasus penghinaan ajaran agama tumbuh subur. Ketika pemberlakuan syariat itu diwujudkan oleh negara, maka negara akan memiliki regulasi-regulasi yang sangat tegas termasuk sanksi tegas yang memberi efek jera bagi pelaku dan orang lain yang menyaksikannya. Menjamin keadilan untuk kaum muslimin yang ingin taat menjalankan ajaran agamanya secara utuh.
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat. Mereka menjadikanya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akalnya,” (TQS. al-Ma’idah: 58)
Wallahu a’lam bishawwab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz
Photo Source by Google
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com