Rusaknya Fitrah Ibu Akibat Asuhan Sekularisme

Islam telah menetapkan hukum syara secara terperinci dan detail. Dengan hukum syara inilah semua persoalan perempuan akan terselesaikan secara tuntas dan adil. Kehormatan dan kemuliaan perempuan akan terjaga.
Oleh Jumiran, S.H.
(Pegiat Literasi)
JURNALVIBES.COM – Ibu adalah sosok yang memiliki banyak makna. Satu kalimat untuk ibu tidak ada yang bisa menandinginya. Sering kita mendengar ungkapan bahwa di balik lelaki sukses, ada wanita mulia dibelakangnya. Di balik sukses, cerdas dan berimannya seorang anak, lihatlah ibu mereka. Memang benar, bahwa ibu sangat berperan penting dalam membentuk karakter dan wawasan seorang anak. Itulah makna sejatinya seorang ibu.
Namun seiring berjalannya waktu, sosok ibu mulai luntur kesakralannya. Mereka banyak melakukan hal di luar nalar yang akhirnya menciderai posisi mulianya sebagai pendidik generasi penerus masa depan.
Dilansir dari TvOne (11/2/2013), Kasus pelecehan terjadi di Jambi. Pelakunya seorang perempuan berinisial YN (25), ia melecehkan 11 anak laki-laki dan perempuan hingga memaksa mereka menonton adegan film dewasa. Ibu muda anak satu itu membuka rental PS dikediamannya di kawasan Alam Barojo, Kota Jambi, yang kemudian dijadikannya modus untuk melakukan hal tersebut.
Masalah seperti ini bukan hal yang baru terjadi. Kehidupan sekuler telah mengubah seorang ibu yang seharusnya menjadi pelindung anak justru menjadi pelaku kejahatan terhadap anak.
Sosok yang seharusnya menjadi pendidik, yang menanamkan akhlak mulia, justru menjadi perusak mental anak. Sistem yang mengagungkan kebebasan memang memberikan kelonggaran terhadap akses informasi dalam bentuk apapun. Baik tayangan di televisi maupun media elektronik yang lain. Sehingga para ibu yang seharusnya fokus mendidik generasi terbawa arus, mencontoh tayangan yang sering dilihat.
Islam memandang kasus ini justru menyelisihi fitrah. Segala sesuatu yang bertentangan dengan fitrah akan mendatangkan masalah. Misalnya, pada fitrahnya manusia butuh istirahat atau tidur, jika tidak dilakukan maka akan mendatangkan masalah bagi tubuhnya. Begitu juga dengan fitrah seorang ibu yang seharusnya melindungi dan mendidik anak. Dalam jiwanya selalu mengalir kasih sayang yang tulus. Mulai dari ia mengandung, melahirkan, merawat, mendidik hingga menjaga anak-anaknya. Begitulah fitrah sosok seorang ibu, yang dari rahimnya melahirkan para insan yang cemerlang.
Ibu juga merupakan sekolah pertama bagi anaknya (madrasatul ula). Sebelum anak belajar pada guru manapun, ibu adalah pembentuk karakter anaknya, kecerdasan, keuletan, perangai sang ibu adalah faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan anak.
Sungguh, kasus di atas menegaskan bahwa dalam sistem sekuler saat ini, fitrah seorang ibu sudah sedemikian rusak. Tidak hanya berdampak pada pendidikan dan perkembangan anak kandungnya sendiri, justru telah merusak moral dan mental para korban pelecehan seksual yang masih dalam masa pertumbuhan, yang sejatinya masih perlu pendidikan dan pengasuhan yang terbaik.
Inilah produk sekularisme. Aturan agama dijauhkan dari kehidupan. Agama dikerdilkan hanya mengatur ranah ibadah saja. Tidak adanya penerapan kontrol sosial Islam di masyarakat. Walhasil, berbagai bentuk tindakan kejahatan, selalu berulang terjadi. Belum lagi, adanya hak berekspresi, manusia bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya tanpa melihat benar dan salah.
Media pun semakin tidak terkontrol. Berbagai tayangan yang tak senonoh bebas berkeliaran dan kemudahan akses untuk dipertontonkan pada khalayak umum. UU pornografi dan pornoaksi seolah lumpu memberangus konten-konten tersebut. Banyak sekali pelecehan seksual yang terbukti terjadi akibat dari tontonan yang dijadikan panutan oleh para pelaku.
Nyatanya, pengesahan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TP-KS) tidak memberikan solusi. Jika melihat argumentasi para pejuangnya yang berkoar-koar, kasus kekerasan seksual terjadi akibat belum disahkannya undang-undang tersebut. Realitanya, setelah di sahkan pun UU TP-KS tidak menghapus fakta marak terjadinya kasus kekerasan seksual yang terjadi.
Sistem sekuler memang senantiasa memunculkan sejumlah prinsip hukum yang sulit dimengerti, multitafsir bahkan melahirkan pasal karet yang subjektif. Terkadang pula, UU yang dilahirkan bertentangan dengan UU yang lainnya. Ditambah lagi, selalu terjadi revisi UU untuk menyesuaikan pada suatu kepentingan. Adapula hukum, baru diketok palu, tidak dikawal dan dipahami, belum dilaksanakan justru direvisi lagi. Semua itu menunjukan adanya ketidakkonsistenan hukum. Jadi, hal wajar jika UU TP-KS tidak mampu mengatasi kasus pelecehan seksual.
Oleh karena itu, kita membutuhkan sebuah sistem yang mampu menyelamatkan fitrah ibu dan berbagai bentuk tindakan kejahatan lainnya. Kita perlu memahami pula, bahwasanya biang dari kerusakan negeri ini adalah kapitalisme-sekularisme. Paham hak asasi manusia, bebas untuk berekspresi dan bertindak. Selama konsep ini menjadi pijakan negeri ini, maka UU yang dilahirkan akan sesuai dengan paradigma itu.
UU pornografi dan pornoaksi, UU TP-KS pun tidak akan mampu menyelesaikan problematika yang kian marak terjadi. Jika paradigma sekuler masih menjadi pijakan hukum, maka UU yang lahir akan tetap sekuler dan mengesampingkan urusan agama. Alih-alih menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah.
Oleh karena itu, kita perlu kembali pada sistem yang mampu mendudukan peran perempuan dan ibu sebagai fitrahnya. Sosok perempuan yang diciptakan dengan penuh kasih sayang dan fitrah kelembutan hatinya. Kembali pada sistem yang telah terbukti dan menjamin penyelesaian secara tuntas dan adil, yakni sistem Islam yang telah terbukti selama berabad-abad dan mampu membawa manusia pada kemuliaan dan keadilan. Serta mampu mewujudkan peradaban yang gemilang.
Islam telah menetapkan hukum syara secara terperinci dan detail. Dengan hukum syara inilah semua persoalan perempuan akan terselesaikan secara tuntas dan adil. Kehormatan dan kemuliaan perempuan akan terjaga. Karena Islam telah menetapkan peran dan posisi strategis dan mulia bagi perempuan, yakni sebagai pendidik dan pencetak generasi.
Selain itu, Islam telah menetapkan fungsi negara untuk menjamin kehormatan dan kemuliaan perempuan serta peran, posisi strategis dan mulia bagi perempuan itu terlaksana, yakni melalui dengan penerapan hukum Islam secara utuh dan konsisten. Namun, tanpa adanya sebuah institusi penerapan hukum secara paripurna tak akan terwujud. Oleh karena itu, kita butuh wadah institusi dalam penerapan hukum Islam secara sempurna agar fitrah kaum perempuan dan ibu dapat terselamatkan dari rusaknya asuhan sekularisme. Wallahu a’lam bisshawab. []
Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fahmzz
Photo Source by unsplash.com
Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com