Opini

Marital Rape Bertentangan dengan Islam

Islam tidak mengakui adanya pemerkosaan dalam perkawinan. Suami atau istri yang memaksa pasangannya untuk berhubungan badan, dalam konsep marital rape dikategorikan pemerkosaan. Ini adalah istilah rancu. Jika begitu suami atau istri disebut pelaku zina dan akan dihukum dengan sanksi zina.


Oleh Ayu Syahfitri

JURNALVIBES.COM – Publik kembali gaduh sejak muncul wacana delik terhadap martinal rape (perkosaan dalam rumah tangga). RUU KUHP meluaskan definisi pemerkosaan, salah satunya pemerkosaan suami terhadap istrinya (marital rape). Delik ini saat ini sudah ada dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Rancangan Undang Undang KUHP tentang pemerkosaan Istri yang dilakukan suami atau sebaliknya, menuai kontroversi. Pasalnya, RUU ini dapat menjerat suami selama 12 tahun penjara. (detik.com, 14/06/21)

Marital rape (pemerkosaan dalam perkawinan) banyak mendapat aduan. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, Mariana mengatakan jumlah laporan terkait pemerkosaan terhadap istri tahun 2019 sebanyak 192 kasus, lalu pada 2020 sebanyak 100 kasus. ( CnnIndonesia.com, 18/06/21)

Definisi Pemerkosaan dalam Perkawinan

Menurut Muhammad Endriyo Susilo dalam Jurnal Media Hukum berjudul “Islamic Perspective on Marital Rape” (hal. 320), istilah pemerkosaan dalam perkawinan meliputi beberapa bentuk, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, battering rape, yaitu istri mengalami kekerasan fisik dan seksual sekaligus saat suami memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual.

Kedua, force-only rape, yaitu suami menggunakan kekuatan dan kekuasaannya untuk memaksa atau mengancam istri agar mau melakukan hubungan suami istri. Hal ini dilakukan manakala istri sebelumnya menolak untuk memenuhi kewajibannya.

Ketiga, obsessive rape, yaitu istri atau pasangan mendapat kekerasan seksual dalam bentuk perlakuan sadis dalam melakukan hubungan seksual, seperti suami melakukan kekerasan fisik dengan memukul, menarik rambut, mencekik, atau bahkan menggunakan alat tajam yang melukai istri untuk mendapatkan kepuasan seksual (Hukumonline.com).

Jadi, dapat disimpulkan dari tiga definisi di atas, marital rape (pemerkosaan dalam perkawinan) adalah semua tindakan kekerasan, paksaan, ancaman dalam hubungan suami istri. Namun tepatkah hal ini disebut pemerkosaan?

Marital Rape Berbeda dengan Pemerkosaan dalam Pandangan Islam

Pemerkosaan adalah istilah yang digunakan untuk lelaki yang melakukan hubungan di luar nikah terhadap wanita yang dipaksanya. Perbuatan ini masuk dalam kategori zina. Pelakunya juga disanksi dengan had zina.

Suami atau istri yang memaksa pasangannya untuk berhubungan badan, dalam konsep marital rape dikategorikan pemerkosaan. Ini adalah istilah rancu. Jika begitu suami atau istri disebut pelaku zina dan akan dihukum dengan sanksi zina. Konsep ini sangat lucu. Padahal keduanya telah sah menjadi pasangan suami istri, setelah berijab dan qabul. Dengan demikian Islam tidak mengakui adanya pemerkosaan dalam perkawinan.

Lahir dari Sekularisme dan Liberalisme

Jika menelisik lebih dalam, istilah marital rape lahir dari pandangan sekularisme dan liberalisme. Pandangan yang meniadakan aturan Allah dalam kehidupan dan menginginkan kebebasan bertindak. Manusia bebas berbuat sesuka hatinya tanpa ada aturan agama. Jadi, sangat wajar dalam konsep marital rape hubungan suami istri harus dilandasi suka sama suka atau mau sama mau, karena memang lahir dari asas liberal-sekuler.

Pandangan Islam

Dalam Islam hubungan suami istri dengan pasangan halalnya adalah salah satu jalan meraih pahala. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw. yang artinya,
“Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika dia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, dia mendapat pahala.” (H.R. Muslim no. 2376) 

Islam juga mewajibkan istri untuk taat kepada suami. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitabnya “An-Nizham al-Ijtimaa’iy fi al-Islam”, bahwa taat dan melayani suami adalah kewajiban istri. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang artinya,
“Jika seorang istri tidur malam meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat akan melaknatnya sampai ia kembali.” (Muttafaq ‘alaih dari jalur Abu Hurairah)

Bila sang istri menolak ajakan suami maka diberlakukan hukum nusyuz, hukuman kepada istri yang membangkang (tidak taat) kepada suami.

Allah SWT berfirman yang artinya,
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (TQS An–Nisa [4]: 34).

Pukulan yang dimaksud di ayat tersebut adalah pukulan yang ringan, yaitu yang tidak membahayakan (menyakitkan), sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang artinya, “Jika mereka melakukan tindakan tersebut (yakni nusyuz), maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan (menyakitkan).” (H.R. Muslim dari jalur Jabir r.a.)

Wewenang ini hanya dapat dilakukan suami kepada istri yang bermaksiat atau melakukan dosa. Jika istri tidak bermaksiat suami tidak boleh menghukumnya.

Jadi, konsep marital rape adalah konsep batil yang bertentangan dengan Islam. Konsep ini akan menganggap aturan Islam seperti nusyuz dan kewajiban istri taat pada suami adalah pemaksaan, serta dapat dikategorikan pemerkosaan.

Akibat Sistem Sekularisme

Adapun kekerasan pada perempuan bukan disebabkan karena hukum Islam yang mengatur hubungan keluarga, tetapi akibat sistem sekularisme yang meniadakan hukum Allah dalam kancah kehidupan. Manusia dibiarkan hidup bebas tanpa aturan Ilahi. Walhasil, berbagai masalah dan tekanan-tekanan bermunculan dari aspek ekonomi hingga aspek pendidikan.

Himpitan kehidupan yang sempit ditambah wabah pandemi yang seolah tiada akhir, PHK di mana-mana, dan lapangan kerja terbatas membuat para lelaki frustasi dan stres. Beban nafkah yang ditanggungnya menjadi makin berat dan sulit. Pada sisi lain, kehidupan terus berjalan. Ada perut yang harus diisi dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal ini membuat sebagian lelaki melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

Pada aspek pendidikan, sistem sekuler telah melahirkan manusia-manusia yang jauh dari nilai agama. Mudah melakukan kekerasan seperti bullying, tawuran, dan sebagainya.

Jika tekanan hidup terus menghimpit dan output pendidikan seperti ini mungkinkah lahir manusia yang berbuat baik pada keluarga?

Islam telah mengatur bagaimana cara berumah tangga yang baik dan Islam mengatur cara menghilangkan himpitan yang menekan kehidupan rumah tangga.

Islam tidak pernah menempatkan perempuan pada kelas dua. Kedudukan lelaki dan perempuan di hadapan Allah sama, yang membedakannya hanyalah ketakwaan.

Sebagaimana firman Allah Swt., “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” ( TQS Al Hujarat [49]: 4)

Allah juga telah memberikan peran khusus antara lelaki dan perempuan agar menyokong kehidupan berjalan baik. Lelaki bertugas mencari nafkah, perempuan bertugas mengurus rumah tangga. Kalaupun hendak bekerja maka hukumnya mubah bagi perempuan.

Pada aspek rumah tangga, suami diperintahkan berbuat baik kepada istrinya . Ketika menggauli istri dilakukan dengan cara yang ma’ruf.

Allah Swt. berfirman yang artinya,
“… dan bergaullah dengan mereka secara baik (makruf).” (TQS an-Nisa [4]: 19).

Bahkan saking paripurnanya aturan Islam mengatur kehidupan suami istri, Islam mengatur persoalan teknis yang membuat suami berlemah lembut terhadap istrinya, tidak berlaku kasar apalagi memaksa.

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “Janganlah kalian mengetuk pintu wanita (istri) pada malam hari hingga wanita itu (bisa) menyisir rambutnya yang kusut dan wanita yang ditinggal suaminya itu (bisa) mempercantik diri.” (Muttafaq ’alaih dari jalur Jâbir ra.)

Disebutkan dalam hadis yang lain, “Barang siapa memegang tangan istri sambil merayunya, maka Allah SWT akan menulis baginya 1 kebaikan dan melebur 1 kejelekan serta mengangkat 1 derajat. Apabila merangkul, akan ditulis baginya 10 kebaikan dan melebur 10 kejelekan serta mengangkat 1 derajat. Apabila menciumnya, akan ditulis baginya 20 kebaikan dan melebur 20 kejelekan serta mengangkat 20 derajat. Dan apabila sanggama dengan nya, maka lebih baik dari pada dunia dan isinya,” (H.R. Muslim).

Jika lelaki hari ini yang berperan sebagai suami menerapkan hukum-hukum Islam dalam berumah tangga, niscaya mereka tidak hanya berkelakuan baik terhadap istrinya tetapi juga akan memperoleh pahala.

Peran Aktif Negara

Himpitan ekonomi yang merundung kehidupan masyarakat menjadi penyumbang faktor kekerasan dalam rumah tangga. Di dalam Islam negara sangat berperan dalam menyelesaikan persoalan manusia.

Negara bertugas me-riayah (mengurus) masyarakat sebaik mungkin, agar tercapai kehidupan yang tentram dan sejahtera. Demi mencapai kehidupan yang sejahtera, negara membuka lapang kerja seluas-seluasnya agar para lelaki dapat menjalankan kewajiban memberikan nafkah kepada anak dan istrinya. Bagi yang ingin berwirausaha tetapi tidak memiliki modal, negara akan memberikan modal. Lelaki yang memiliki pekerjaan tetapi gajinya tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari, negara akan menyantuninya.

Pada aspek pendidikan, negara merancang kurikulum pendidikan yang melahirkan manusia-manusia berkepribadian Islam. Manusia yang taat kepada Allah, menjalankan syariat Islam, serta menjadikan pemikiran Islam sebagai prinsip hidupnya.

Begitulah Islam mengatur kehidupan suami istri dengan sangat rinci, agar tercapai sakinah mawadah wa rahmat, sejahtera lagi tentram. Wallahu a’lam bishswab []

Editor: Ulinnuha; Ilustrator: Fathzz


Photo Source by Google

Disclaimer: JURNALVIBES.COM adalah wadah bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan bernapaskan Islam yang kredibel, inspiratif, dan edukatif. JURNALVIBES.COM melakukan sistem seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan JURNALVIBES.COM. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email redaksi@jurnalvibes.com

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Back to top button